Regrets
Damar membuang ponselnya ke arah kasur. Kemudian mengusap wajahnya kasar setelah membaca pesan terakhir yang dikirimkan Dhimas. Perasaannya jadi tak karuan, Damar gelisah sendiri.
Ia menjatuhkan dirinya di kasur, menutup wajahnya dengan bantal. Memilih bersembunyi di sana, berteriak tak terdengar. Entah mengapa Damar jadi marah pada dirinya sendiri. Terutama ketika satu kalimat dari Dhimas merasuki pikirannya.
Lo sayang sama dia tapi lebih percaya Salsa aja udah salah, Dam.
Kalimat itu terasa seperti telapak tangan kekar milik Dhimas itu menamparnya secara langsung. Bagaikan lagu kegemarannya, kalimat itu terngiang di kepalanya.
Damar kembali duduk, kembali menyalakan ponselnya dan memilih membaca ulang pesan-pesan Aghniya yang selama ini ia abaikan dengan sengaja.
Gue salah ya?
Damar lagi pengen sendiri?
Take your timee, semoga cepat membaikk
Hello, Mr. Sun!
How was your dayy?
Maaf ganggu yaa
Dam maaf banget ya tapi, gue belom tau salah gue apa
TAPI I'LL FIGURE IT OUT I SWEAAARR!!!!
You're still my friend even if you don't want to consider me as one
Hatinya resmi mencelos membaca semua keceriaan gadis itu yang selalu terpancar melalui pesan-pesan singkatnya, yang selama ini Damar balas dengan satu atau dua kata, atau bahkan kata-kata yang menyakitkan. Belum lagi perlakuannya ketika berjumpa dengan Aghniya di sekolah.
Ingatannya kembali pada kejadian di tangga, saat keduanya pertama kali bertemu kembali setelah Damar menjauhinya. Aghniya menangis diam-diam, karenanya.
Kemudian ketika gadis itu berusaha menyerahkan map berisi absensi ekskul, Damar menolaknya dengan menuduhnya hanya beralasan ingin bertemu dengannya.
Dua kejadian berbeda, namun gadis itu tetap sama. Pada akhirnya Aghniya selalu kembali mendongak, menatapnya lurus tepat pada netra Damar yang selalu menatapnya tajam, setelahnya tersenyum meski matanya berkaca-kaca.
Terakhir, dalam ingatannya terputar kembali memori ketika Damar memperhatikan Aghniya dari jauh di tengah hujan deras yang mengguyur sekolah. Gadis itu menunggu sendirian di dekat pos satpam, tanpa seseorang yang menemani. Damar masih mengingat jelas raut wajah Aghniya yang gelisah menelepon seseorang, meminta untuk dijemput. Rasa bersalah menjadi semakin besar dalam relungnya ketika mengingat Aghniya begitu ketakutan kala petir menyambar.
Seharusnya, setidaknya, jika tidak mengantarnya pulang, Damar tidak meninggalkannya pulang.
Tak ada perasaan lain dalam hati Damar selain penyesalan. Damar merasa menjadi orang paling bodoh di dunia. Senjata makan tuan, ia sendiri yang berkata pada Revan bahwa Aghniya tidak seharusnya disia-siakan. Sekarang perkataannya berbalik menghunus dirinya sendiri.
Rasanya Damar ingin menangis. Kepalanya terasa penuh memikirkan bagaimana semuanya akan berjalan lebih baik jika ia menjelaskan pada Aghniya apa yang terjadi setiap kali gadis itu bertanya.
Damar kembali memberanikan diri membaca pesan dari Aghniya yang tersimpan di ponselnya. Pesan terakhir yang gadis itu kirimkan, adalah ucapan bela sungkawa atas kepergian bapak.
Gimana kabarnya? I'm really sorry for your loss. Damar kalo masih mau nangis gapapa nangis aja, take your time. Tapi jangan lupa bangkit lagi ya dam?
Kayak biasa, kalo damar butuh temen cerita you can always hit me up, i'll be here and i'm all ears
Cheer up damarr!! Here are some cling cling to lift you upp✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨
Damar memejamkan mata. Bahkan setelah ia mengusir gadis itu dari rumahnya, Aghniya tetap tak menyimpan dendam padanya. Gadis itu masih dengan sangat baik mengirimkan ucapan bela sungkawa dan kata-kata penyemangat untuknya. Jaminannya untuk selalu ada tentu tak pernah tertinggal.
Damar menyugar rambutnya frustasi. Berkali-kali dalam hatinya kembali ia sebut nama gadis yang selama ini berusaha ia jauhi, bahkan lupakan.
“Aghni, gue minta maaf..”
Persetan dengan kata tidak tahu diri, Damar mengetikkan pesan untuk Aghniya melalui ponselnya. Kemudian mengirimkannya.
Sekon berikutnya Damar menelungkupkan ponselnya di kasur seraya menunduk gelisah. Memikirkan bagaimana caranya ia harus meminta maaf pada Aghniya. Memikirkan cara untuk kembali meyakinkan Dhimas.
Meski belum yakin sepenuhnya bahwa Salsa berbohong mengenai rekaman itu, Damar merasa sudah tidak sanggup meneruskan amarahnya pada Aghniya. Selama ini Damar tahu, ia sama saja menyakiti dirinya sendiri. Terlebih gadis itu.
Damar menoleh cepat ketika merasakan getaran yang berasal dari ponselnya. Aghniya kah yang membalas pesannya? Secepat itu? Bukankah gadis itu sedang sakit dan dirawat?
Helaan napas kecewa terdengar seketika setelah Damar mengetahui siapa pengirim pesan itu. Bukan Aghniya, namun Salsa yang menagih janjinya untuk menemaninya pergi. Terpaksa, Damar bergegas. Siapa tahu hari ini ia bisa bertanya mengenai rekaman itu. Semoga.