Another Event
Hari ini pulang sekolah secara tiba-tiba gue harus terjebak di sekolah karena Kak Wildan ngasih pengumuman kalo sekolah kita akan punya event lagi. Beda dari biasanya, kali ini bukan event milik OSIS. Ini adalah event dari kecamatan yang mungkin, pengen nyari bibit-bibit unggul. Kecamatan katanya pengen ngadain lomba debat dua bahasa, Inggris dan Indonesia untuk tingkat SMP dan SMA. Makanya, kecamatan kerja sama dengan salah satu SMP dan SMA pilihannya untuk menggelar acara ini. Sekolah gue, SMP 1, jadi pilihannya.
Masuk akal menurut gue, karena sekolah gue cukup besar. Ada kelas-kelas yang bisa digabungkan dan jadi aula yang cukup untuk nampung peserta debat. Nah, kami, anak-anak OSIS yang memang sudah biasa dilabeli sebagai 'babu sekolah' udah paham lah harus apa. Mau nggak mau, suka nggak suka, pasti ikut turun tangan.
Dan di sinilah gue, di ruang OSIS sama kakak-kakak dan teman-teman tercinta yang sebenernya niat nggak niat, nunggu Kak Wildan yang lagi manggil pembina OSIS kita buat ngomongin acara ini. Sekitar lima menit ditunggu, akhirnya Kak Wildan dateng. Banyak dari anggota OSIS yang mendadak ngubah posisi duduknya karena Bu Aesah, pembina OSIS kita juga masuk ke ruangan.
“Assalamu'alaikum,” ucap Kak Wildan, selalu berwibawa bahkan tanpa direncanakan. Serempak, semua orang yang ada di ruangan itu menjawab salam. Takut dibilang kafir kalo nggak jawab.
Kak Wildan seperti biasa ngambil kursi di tengah-tengah. Biar bisa denger semua pendapat dari kanan-kirinya. Dia membuka rapat seperti biasa, santai, namun tetep serius dan apapun yang dibahas selalu tuntas.
“Tadi saya udah sempet sounding yaa ke temen-temen kalo sekolah kita nih dimintai tolong, diajak kerja sama sama pihak kecamatan untuk ngadain lomba debat. Untuk acaranya itu sekitar satu bulan lagi. Kita nggak perlu nyiapin banyak, palingan cuma sound system ya, Bu?” ujar Kak Wildan, seraya meminta kepastian dari Bu Aesah.
Bu Aesah ngangguk dan ngambil alih untuk ngejelasin. “Iya, sound system, proyektor untuk nampilin mosi debatnya, meja dan kursi, apa lagi ya? Udah, sih. Ibu nih hubungin kalian, rencananya mau dijadikan semacam panitia lah. Tapi Ibu minta tolong ya, Wildan, minta beberapa orang aja untuk jadi sie perlengkapan dan keamanan. Kalau bisa banyakin laki-lakinya karena nanti pasti perlu banyak ngangkat-ngangkat. Perempuan butuh beberapa orang aja kali ya, untuk nyiapin konsumsi juri dan pesertanya. Sisanya udah, kok.”
Kak Wildan mengangguk paham, terus minta tolong Kak Syifa buat mulai nge-list anak-anak yang kira-kira akan dijadiin panitia. Gue juga nggak tau siapa aja anak-anaknya, tapi gue tau pasti Kak Wildan butuh Kak Alta untuk jadi kepala keamanan. Sejujurnya mereka berdua kayak perfect fit banget untuk jadi ketua dan wakil OSIS. Kak Wildan yang selalu jago diplomasi di-back up sama Kak Alta yang selalu nguasain tongkrongan, menurut gue keren aja sih. Dua-duanya balance. Rasanya jadi kalo mau ada acara apa-apa pasti lancar aja.
Pas diumumin, ternyata gue dipilih untuk jadi sie perlengkapan. Capek sih pasti, tapi ya nggak apa-apa lah. Sekali-kali gue juga mau ngerasain nggak belajar terus ngetawain temen gue yang di kelas dari luar. Enak aja gue disuruh belajar mulu. Ngebul otak gue.
“Kak Wildan, ini acaranya buat seluruh SMP di Jakarta apa gimana?” tanya Sabrina. Ah, dia emang selalu kritis. Sabrina selalu jadi orang yang melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang nggak pernah terpikirkan sama kita semua kalo lagi rapat.
“Nana otaknya isinya ada aja ya,” celetuk Kak Alta. Biasa dia mah, emang asal ceplos orangnya. Yang lain jadi ketawa denger Kak Alta ngomong.
“Gimana tuh, Bu?” tanya Kak Wildan ke Bu Aesah.
“Enggak, buat sekolah-sekolah di wilayah JP1 aja,” balas Bu Aesah.
“Mana aja tuh, Bu?” gue ikutan nanya. Jadi ikut penasaran karena Sabrina nanya duluan.
“Ya kita, SMP 10, SMP 77, SMP 5—”
“HAH ADA SMP 5, BU?!” tanya Sabrina kaget. Nggak sih, nggak tau kaget atau ini orang semangat karena berharap ada doinya yang udah jadi pacar orang itu. Tapi kayaknya sih kaget, terus bete. Soalnya takut ketemu lagi sama pacar doinya itu.
“Ada, lah. Kan mereka satu wilayah sama kita. Makanya nih, Alta, kamu jagain ya biar nggak ada ribut-ribut!” ucap Bu Aesah.
“Tenang aja, Bu. Kalo mereka ngajak ribut kita bom aja sekolahnya!” canda Kak Alta. Yang jelas langsung diomelin Bu Aesah karena terlalu sembarangan ngomong.
Setelahnya gue nggak dengerin lagi orang-orang ngomong apa. Toh, mereka juga udah nggak bahas apa yang seharusnya dibahas. Kebanyakan pada bercanda dan ngerumpi sendiri. Pada sibuk sama circle masing-masing yang tentu saja gue nggak punya. Temen gue cuma Fito di sekolah ini dan dia nggak OSIS. Biasanya gue sama Sabrina tapi dia sibuk bantuin Kak Syifa ngedata anak-anak yang mau dijadiin panitia.
Gue melamun. Tanpa ada yang peduli.
SMP 5? ketemu lagi nggak ya?