Kepulangan dan Rahasia

Yasmine baru saja membuka matanya setelah tidak sengaja tertidur di kasurnya semalam. Gadis itu meregangkan otot tubuhnya, sesekali memijat lehernya yang sakit lantaran posisi tidur yang tidak nyaman. Setelahnya ia meraih ponselnya yang tergeletak tak jauh darinya.

Sebuah ekspresi terkejut tercetak di wajahnya kala melihat baterai ponselnya tersisa 10 persen. Dengan segera ia mengisi daya ponselnya dan meletakkannya di nakas. Yasmine kemudian membaca notifikasi yang tertera di layar, ada pesan masuk dari bunda. Dan yang mengejutkan, Daffa.

“HAH? DAFFA PULANG HARI INI? MAS JIEL JUGA DONGGG???” ucapnya bermonolog. “Astaga Bunda pulang hari ini, harus beres-beres dulu!”

Secepat kilat, Yasmine merapikan rumah. Dimulai dari kamar tercintanya, gadis itu merapikan sprei bermotif bunga-bunga yang sisi-sisinya keluar dari tempat tidur. Pula pojok-pojok sprei yang lepas dari kasur.

Selesai dengan kamarnya, Yasmine mulai membersihkan lantai bawah. Menyapu dan mengepel, memastikan ketika kedua orang tuanya pulang, rumah tetap dalam keadaan bersih dan nyaman untuk keduanya beristirahat setelah kembali dari perjalanan panjang.

Gadis itu beralih pada meja-meja di ruang tamu. Yasmine mengambil kemoceng kemudian mulai menyingkirkan debu-debu halus yang memenuhi meja-meja itu. Membuatnya kembali mengkilap.

Namun gadis itu tetap manusia, kecerobohan tetap ada pada dirinya. Yasmine tak sengaja menyenggol sebuah figura yang diletakkan di meja. Membuatnya terjatuh ke lantai menimbulkan suara yang cukup nyaring. Gadis itu berjengit, setelahnya ia terperangah.

“Astaga! Ya Allah, Yasmine..”

Gadis itu memandangi pecahan kaca figura dengan tatapan nanar. Ia tahu setelah ini akan ada masalah yang menghampirinya. Ayahnya itu pasti akan menggunakan kejadian ini sebagai alasan untuk memakinya. Pasti setelah ini ayah akan marah besar, terlebih lagi, yang ia pecahkan adalah figura foto atah dan bunda. Yang mana cukup berharga baginya.

Secepat kilat ia membereskan serpihan kaca yang berserakan di lantai, gadis itu berusaha untuk berhati-hati agar tak ada satupun serpihan kaca yang melukai tangannya. Namun mungkin hari ini bukanlah hari keberuntungannya.

“Ah! Astaga.. Yayas kenapa sih hari ini? Ceroboh banget!” Yasmine merutuki dirinya sendiri ketika tangannya tergores oleh serpihan kaca yang ia pungut. Sekon berikutnya gadis itu memutuskan untuk mengobati lukanya terlebih dulu. Yasmine terpaksa meninggalkan pecahan-pecahan kaca itu di lantai, menunda waktu untuk membersihkannya. Biarlah, kali ini ia harus mementingkan dirinya sendiri.

Akan tetapi rasanya semesta benar-benar ingin Yasmine untuk hancur sehancur-hancurnya. Belum selesai Yasmine mengobati tangannya di kamar mandi, ia mendengar suara jeritan dari ruang tamu. Yasmine membulatkan matanya seraya menatap dirinya di kaca. Ia mengenali dengan sangat suara itu. Suara ayah..

Secepat kilat Yasmine menghampiri sumber suara. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati sang ayah yang sudah pulang dan menginjak pecahan kaca yang berserakan akibat ulahnya. Yasmine menggigit bibir bawahnya, tubuhnya mendadak gemetar tidak karuan. Gadis itu bersumpah, rasanya seperti ingin mengubur dirinya dalam-dalam.

“A-ayah..”

Sang ayah mendongak, dan dengan tatapan nyalangnya melihat ke arah Yasmine selayaknya elang menerkam mangsanya. Terpincang, ayah berjalan cepat ke arah Yasmine dan menamparnya dengan emosi.

PLAK! Yasmine berteriak kesakitan, ia benar-benar tak menyangka ayahnya melakukan sesuatu yang selama ini ia antisipasi. Sedari dulu Yasmine tahu, ayah tak akan segan untuk menampar atau memukulnya. Namun hari-hari sebelumnya ia aman karena selalu dilindungi punggung kekar Azriel. Hari-hari sebelumnya, Yasmine aman karena ada Azriel. Maka hari ini, menjadi kesempatan bagi ayah untuk meluapkan segala amarahnya.

“Ini pasti ulah kamu, kan?!” makinya. Yasmine menatap ayah takut, sebelah tangannya memegangi pipi kirinya yang terasa kaku. Ia yakin pasti pipinya membiru sekarang. Bahkan Yasmine bisa merasakan sedikit rasa darah di mulutnya.

“M-maaf, Ayah. Tadi Yasmine mau bersihin debu tapi nggak sengaja fotonya kesenggol—”

“Dasar anak nggak tau diri! Nggak pernah becus ngapa-ngapain! Segitu bencinya kamu sama saya sampe ngancurin foto saya sama istri saya?! NGOMONG DEPAN WAJAH SAYA! BILANG KAMU BENCI SAMA SAYA!”

Tubuh Yasmine gemetar meningkatnya intonasi makian sang ayah. Matanya berkilat mengeluarkan tangis. Yasmine menggeleng, “E-enggak, Yah.”

“Nggak usah ngelak kamu! Saya tau dari dulu kamu benci sama saya! Kamu merenggut apa yang seharusnya jadi kebahagiaan saya! Sejak kamu lahir, kamu selalu ngancurin hidup saya!”

Yasmine hanya bisa menunduk. Tangisnya semakin keras. Dadanya sesak, seakan beban tak kasat mata menghimpitnya. Atau, kalimat-kalimat dari ayah kian menghimpit jalan napasnya. Terus, Yah.. terus.. apa lagi yang mau Ayah bilang ke Yasmine?

Bunda yang baru memasuki rumah menyusul ayah pun terkejut melihat kondisi rumah yang kacau. Darah yang berasal dari telapak kaki ayah berceceran di lantai dan Yasmine yang menangis sesenggukan.

“Assalamualaikum—astaghfirullah! Kenapa ini??” ucapnya panik. Dengan segera bunda menghampiri Yasmine dan menariknya ke dalam pelukannya.

“Kenapa, Mas?”

“Ini! Gara-gara anak-anak yang nggak tau diri ini! Heh, denger ya, masih bagus saya nggak buang kamu waktu kamu lahir tau?!”

“Mas! Ngomong apa kamu tuh? Yasmine tetep anak kita!”

“Bukan. Saya nggak pernah menganggap dia anak saya!” tegas ayah.

Yasmine mendongak terperangah. Gadis itu memberanikan diri menatap lurus ke arah ayahnya yang wajahnya sudah memerah menahan marah.

Anak perempuan satu-satunya dalam keluarga itu tak tahu lagi harus berkata apa. Hari yang selama ini ia bayangkan pada akhirnya tiba juga. “A-ayah?”

“Jangan pernah panggil saya dengan sebutan itu lagi! Saya nggak pernah jadi ayah kamu dan kamu nggak pernah jadi anak saya!”

“Kalo gitu Jiel juga nggak pernah jadi anak ayah,” ucap Azriel, yang rupanya sedari tadi berada di ambang pintu. Menyimak seluruh percakapan kumpulan orang yang entah pantas atau tidak, ia sebut keluarga.