Taman Mini Date (2)

Setelah lelah berkeliling menggunakan sepeda yang mereka sewa bersama, keduanya kini memilih mampir di sebuah minimarket untuk membeli es krim. Tentu saja lagi-lagi Aghniya berperan sebagai pencetus ide.

Damar memerhatikan gadis di sebelahnya yang hanya diam dengan tangannya yang menggantung di udara, tidak bergerak mengambil es krim, tidak juga diturunkan kembali.

“Kenapa, Agh?”

“Stoberi apa cokelat ya, Dam?”

Damar mengernyit sesaat, kemudian menutup bibirnya dengan buku jari, menahan tawanya. “Dari tadi tuh bingung mau rasa apa?”

“Iya. Selalu gitu deh, kenapa sih gue nggak bisa memutuskan sesuatu. Padahal cuma es krim doang tapi ribet banget,” jawabnya.

Go with strawberry, i'll go with chocolate. Nanti kalo ternyata lo mau cokelat, tuker aja,” balas Damar.

Aghniya tertegun di tempatnya. Untuk kesekian kali, gadis itu terharu. Berkaca pada pengalamannya di masa lalu bersama Revan, sangat jauh berbeda dengan hari-harinya bersama Damar.

Sudut bibir gadis itu melengkung membentuk sebuah senyuman, “I'll go with strawberry, tapi Damar nggak boleh cokelat kalo nggak mau. I made up my mind, maunya stroberi.”

“Beneran?”

“Benerrrr, stawberry goes well with sunny day.

“Oke kalo gitu,” jawab Damar.

Setelah memilih es krim untuk diri masing-masing, keduanya mengantre untuk membayar. Damar memperhatikan orang di depannya sekaligus bersiap membayar karena setelah ini adalah gilirannya. Ketika orang di hadapannya hampir selesai, Damar berbisik pada Aghniya.

“Aghni,” panggilnya.

“Ya?”

“Boleh minta tolong nggak? Tolong ambilin air putih dingin dong, tadi lupa mau beli,” ujar Damar.

“Oh, oke. Merek-nya apa aja?”

“Iya apa aja, sini es krim lo. Bentar lagi kita,” ucap Damar. Aghniya memberikan es krim miliknya pada Damar kemudian bergegas menuju deretan kulkas minimarket untuk mengambilkan air mineral untuk Damar.

Namun, ketika gadis itu kembali, rupanya Damar telah selesai membayar. Gadis itu menatap Damar yang sedang terkekeh di ambang pintu minimarket dengan tatapan tak percaya.

It's on me,” ucap Damar. Lalu pria itu menunjuk air mineral yang Aghniya pegang, kemudian menunjuk ke arah kasir. Sebagai isyarat bahwa gadis itu tetap perlu membayarnya. Kemudian Damar melangkah keluar, mendudukkan dirinya di sebuah kursi kosong yang disediakan minimarket itu.

Setelah membayar air mineral yang diminta Damar, gadis itu keluar dengan tampang cemberut sekaligus menahan senyum. Menghampiri Damar yang cengengesan.

“Nih!” ucap Aghniya sebal seraya menyodorkan sebuah botol air mineral ke hadapan Damar.

“Kok ngambek?” tanya Damar. “Orang dibeliin es krim masa ngambek?”

“Curang,” ucap Aghniya lagi, masih dengan bibir yang mengerucut. Mengundang tawa Damar lebih keras lagi.

“Kok curang? Ini kan kita barter tauuuu. Lo beliin gue air kan ini, nah gue beliin lo es krim,” balas Damar.

“Ih—”

“Sst. Ni mam, nih. Nanti keburu cair,” potong Damar. Gadis itu hanya diam, mengerucutkan bibirnya sebal namun sesekali sebuah senyuman lolos dari pertahanannya.

“Mau nggak? Nggak mau? Ya udah kalo nggak mau buat gue semua nih,” ucap Damar.

“Okeee nggak mauu, buat gue semuaa, asikk!” Damar kembali bicara karena tak kunjung mendapat jawaban dari Aghniya.

“Ih, mau. Siniin dong punya gue,” Aghniya pada akhirnya buka suara.

“Nggak. Tadi katanya nggak mau?” balas Damar.

“Nggak bilang nggak mau?”

“Ditawarin diem aja berarti kan nggak mau,” jawab Damar lagi.

“Ih, mauuu. Siniii!”

No, no, no.” Damar menggelengkan kepalanya seakan-akan bicara pada seorang bocah umur lima tahun.

“Dih? Nyebelin banget,” ucap Aghniya.

“Damar!”

“Ganteng,” jawab Damar iseng.

“Enggak, dih.”

“Nggak salah lagi?” ejek Damar.

“Aaaaaa malesinnnnnnnnn!”

Damar tertawa penuh kemenangan. “Minta dulu yang bener,” ucap Damar.

Gadis itu diam sejenak. Lalu meletakkan telapak tangan kanannya di atas tangan kirinya sendiri.

Nyuwunnn,” ucap Aghniya. “Nyuwun, Mas,” ucap gadis itu lagi. Kali ini dengan suara yang lembut.

Sopan memasuki telinga, tidak sopan bagi hati Damar. Mendadak Damar terdiam kaku. Pemuda itu lupa keduanya sama-sama berlatar belakang keluarga Jawa. Sejak kecil, anak-anak yang berasal dari keluarga Jawa pasti diajarkan untuk melakukan nyuwun ketika ingin meminta sesuatu. Damar salah satunya, seringkali ia mendengar suara sang ibu berkata 'Mana nyuwun-nya?' ketika kecil. Damar yakin Aghniya pun diajarkan hal yang sama. Namun, hal yang begitu manis seperti ini sudah lama tak ia lakukan. Damar bahkan sudah mulai lupa akan kosakata itu, namun gadis di hadapannya ini mengingatnya dengan jelas.

Pula, hal yang begitu manis seperti ini, sama sekali tak bisa ditoleransi. Damar sama sekali tak punya persiapan untuk ini.

Menyerah, akhirnya Damar memberikan es krim stroberi yang berada di tangannya pada pemiliknya.

“YESSSS, thank youu!

Setelahnya Damar tak bersuara. Pemuda itu menghela napas berkali-kali. Berusaha mengumpulkan kekuatan baru untuk menghadapi seseorang yang tengah asik menyantap es krim stroberi di hadapannya.