Taman
Satria menuntun Yasmine untuk duduk di salah satu kursi taman yang kosong di bawah sebuah pohon rindang. Setelah duduk, pria itu menunjukkan tautan jemari mereka yang belum terlepas sambil terkekeh.
“Ini udah mau dilepas atau belum?” tanya Satria.
Yasmine gelagapan, dengan segera ia melepas tautan mereka kemudian menunduk malu sembari memegangi tangannya yang tadi ia gunakan untuk bergandengan dengan Satria. Merinding, itu yang Yasmine rasakan. Seperti ada sengatan listrik kecil dalam tubuhnya ketika bersentuhan dengan pemuda itu.
“Nih.” Tiba-tiba Satria menyodorkan selembar tissue ke hadapan Yasmine. Membuat gadis itu mengerutkan alisnya.
“Tangan lo keringetan banget, nih lap dulu,” ucap Satria lagi. Setelah paham maksud pria itu, Yasmine menerima tissue itu kemudian menggunakannya untuk menghilangkan keringat di tangannya.
“Kamu tadi dari mana, Daf? Kok bisa tiba-tiba ada?” tanya Yasmine.
“Abis jalan-jalan aja, soalnya Bang Juna tidur. Gue bosen di rumah.”
Yasmine mengangguk-angguk. “Lo kenapa sendirian di rumah?” tanya Satria balik.
“Pada ke rumah Eyang.”
“Kok lo nggak ikut?”
Yasmine menggeleng, “Enggak ah. Capek.”
“Oohh,” balas Satria tanpa curiga.
“Capek, Daf, nggak dianggep.”
Kening Satria berkerut, “Maksudnya?”
“Hm? Enggakk,” ucap Yasmine, gadis itu menggeleng dengan senyum tanpa beban.
Satria tahu gadis itu hanya mengalihkan pembicaraan. Ia mendengar dengan jelas Yasmine berkata bahwa dirinya lelah menjadi seseorang yang tidak dianggap. Namun, melihat Yasmine yang enggan membahasnya, maka pemuda itu memilih diam dan berpura-pura tidak mendengar apapun.
“Terus lo ngapain Yas di rumah? tanya Satria.
“Nonton Frozen, hehe.”
“Ooh, yang ke-1 atau 2?” tanya Satria.
“Dua-duanyaa! Aku tadi streaming dua-duanyaa,” jawab Yasmine ceria, yang jujur membuat Satria kaget. Gadis itu barusan saja gemetaran, namun berubah menjadi begitu semangat ketika membahas Disney?
“Ohhh, seruan yang kedua ye? Gue juga nonton tau. Elsa-nya cantik banget yang kedua,” ucap Satria.
“Hah, seriusan kamu nonton, Daf?” tanya Yasmine.
“Iya, emang kenapa?”
“ANEHH, aneh banget aja nemuin cowok nonton film Disney, Frozen lagi,” balas Yasmine.
“Nonton guaaaa, di bioskop. Sendirian wakakakak, tau gitu gue ajak lo aja ya, Yas?” ujar Satria.
Yasmine tertawa kecil guna menutupi salah tingkah. “Hehe, iya ya? Aku nonton sama Mamas sih waktu itu. Aku paksa. Tapi dia nggak merhatiin gituu.”
“Terus kamu nonton film Disney yang lain nggak, Daf?” tanya Yasmine.
“Nonton, lah. Gue nonton Coco, Aladdin, Sleeping Beauty, Snow White, banyak.”
Jawaban Satria membuat Yasmine semakin terkejut. “SERIUSAN?! Kamu kok nontonin sihhh?”
Satria tertawa, membuat matanya menyipit dengan sedikit kerutan di sudutnya. “Ya, emang kenapa? Orang gue suka. Emang ada larangannya gitu cowok nggak boleh nonton film Disney?”
“Yaa, enggak sihh. Tapi maksudnya kan jarang gitu, aku aja sering diomelin Mamas. Katanya kayak anak kecil,” balas Yasmine.
“Enggak lah. Emang lo nggak pernah denger never too old for Disney?”
“NAH, IYAKANN!! Aku juga selalu bales gitu kalo Mamas ngomel.”
Satria tertawa, “Kalo mau nonton Disney sama gue aja berarti, Yass.”
“Emang Daffa belom nonton apa?” tanya Yasmine.
“Onwardd, pengen nonton Onward, lo udah nonton?”
“OH IYA ONWARD. Itu juga bagus Daaff, aku udah nonton tapi hehehe. Terus nonton ini deh, Spies in Disguise! Bagusss, lucu banget.”
Satria tidak membalas, pria itu hanya memberikan seluruh atensinya pada Yasmine yang kian menggebu-gebu menceritakan film-film Disney. Dan Satria diam di sana tanpa merasa keberatan. Entah mengapa pria itu merasa ada sesuatu yang menghalangi Yasmine untuk menjadi se-periang ini. Maka ia tak ingin memberi batasan bagi gadis itu hari ini. Yasmine bisa utarakan apapun, Satria akan siap mendengarkan.
“Ah, kalo lo udah nonton semua terus gue nonton apa nanti sama lo?” tanya Satria.
“Ahahahaha, ya kan nanti pasti ada film baruu, Daaaf! Emangnya dia nggak mau produksi film lagi?”
“Iyaa sih, ya udah nanti kalo ada film baru kita nonton bareng,” balas Satria.
“Daffa kenapa suka Disney?”
Satria diam sejenak, menerawang dan mengingat masa kecilnya. “Emang suka nonton sih dari kecil. Dulu Ibu gue ngajarin Bahasa Inggris ke gue pake cara itu. Diajak nonton Disney, terus ikutin lagu-lagunya.”
“Oh iya? Ih, seru banget ya?”
Satria mengangguk yakin. “Lo kenapa suka Disney?”
Yasmine tertegun. Satria tiba-tiba mendapati sorot mata yang tadinya penuh binar itu jadi meredup. Sepertinya ia melontarkan pertanyaan yang salah.
“Eh, kalo nggak mau jawab nggak pa-pa, Yas.”
“Aku suka Disney, sama sih kayak kamu. Dari kecil emang nontonnya itu. Tapi makin gede, aku justru nemu kekuatan untuk lanjutin hidup aku dari sana..”
“K-kok bisa?” tanya Satria kaget.
“Hidup aku nggak seenak keliatannya, Daf. Banyak orang iri karena aku adeknya Mas Jiel. Aku bisa deket sama dia kapanpun, aku bisa disayang Mas Jiel, yang famous, yang hebat banget. Tapi ya gitu, duniaku rasanya isinya cuma Mas Jiel. Nggak ada orang yang bener-bener ngeliat aku, mereka cuma peduli Mas Jiel,” ucap Yasmine. “Ayah aku juga gitu..”
Ucapan terakhir Yasmine membuat Satria menoleh cepat ke arahnya.
“Tapi karena aku nonton Disney, aku jadi selalu percaya kalo hidup aku nanti pasti punya masa magical-nya sendiri. Aku juga bakal hidup happily ever after nanti,” jawab Yasmine lagi.
“Hidup happily ever after-nya sama siapa?” tanya Satria iseng.
“Sama— sama p- IH GITU DEH, MALU!” jawab Yasmine sembari menutupi wajahnya. Membuat Satria menertawai gadis itu.