Surga Dunia

“Gi, bagi ya!” ucap Zahra yang sudah menyedot es jeruk milik Gia itu. “Yeuu orang mah bilang dulu baru minumm, nggak jelas!” balas Gia jengkel.

Zahra hanya cengegesan, “Nanti aku beliin lagi kalo abis, Gi!”

“Ya udah beliin sekarang, orang itu udah abis kamu minum!” balas Gia. Sementara Zahra hanya tertawa dan bergegas membelikan es jeruk untuk mengganti minuman Gia.

Kini kedua gadis remaja itu sedang berada di kantin, mereka beruntung karena berhasil mendapat kursi meskipun kantin sudah cukup penuh. Biasanya, Gia dan Zahra adalah golongan orang-orang yang menghabiskan bekal di kelas. Namun, hari ini keduanya memutuskan untuk makan di kantin sebab Gia tidak sempat menyiapkan bekal hari ini.

Dengan setia kawan, Zahra menemani Gia untuk makan di kantin. Cari suasana baru, bosen di kelas mulu, katanya.

Mereka mengambil tempat duduk yang kebetulan berhadapan langsung dengan masjid sekolah bagian laki-laki. Gia ketar-ketir, sementara Zahra dalam suasana bahagia.

“Surga dunia, Gi, ya Allah,” celetuk Zahra. Sementara Gia mendelik tidak setuju dan memukul pundak Zahra pelan.

“Nih, Gi,” ucap Zahra mengagetkan Gia. Gadis itu sudah kembali dengan segelas es jeruk pengganti milik Gia yang ia habiskan sebelumnya.

“Hm? Oh, iyaa makasih Jar,” balas Gia sambil mengunyah makanannya.

“Buruan, Gi, abisin. Abis ini jam Pak Asep kita nggak boleh telat!”

“Iyaa, ini suapan terakhir,” ucap Gia seraya memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya. Setelahnya ia bangkit dan mengembalikan piring tersebut pada ibu kantin.

Gia kembali duduk di sebelah Zahra, masih mengunyah makanan di dalam mulutnya dengan sebelah tangannya memegang gelas plastik berisi es jeruk. Bersiap meminumnya ketika makanan di mulutnya sudah tertelan.

“Kamu nanti jadi izin, Gi?” tanya Zahra.

“Jadi, tapi pelajaran terakhir aja, ah,” ucap Gia kemudian meminum es jeruknya.

“Emang kenapa?”

“Ya orang cuma cap tiga jari doang, masa izinnya dari sekarang?” jawab Gia.

“Ya main lah sama temen-temen SMP. Udah lama pasti kan nggak ketemu, sekarang udah SMA gitu kece. Masa nggak mau foto-foto gitu, Gi?” tanya Zahra.

“Yeuuuuu bolos itu namanya!” ucap Gia seraya mengancam untuk menyiram Zahra dengan gerakan.

Seperti biasa, Zahra hanya tertawa. Kemudian keduanya lanjut berbincang-bincang hingga Gia kembali mengarahkan pandangannya ke depan. Tanpa sengaja, matanya menangkap sosok pemuda yang tinggi baru saja keluar dari pintu masjid. Pemuda itu menyugar rambutnya seraya menertawakan lawakan temannya yang berdiri di sebelahnya.

Gia mendadak tercengang, pandangannya seolah menemukan sebuah titik pusat di mana ia tak ingin mengalihkannya dari sana. Gia terpana, pada seorang Haris yang baru selesai salat duha bersama Damar, Dhimas, dan Ojan. Melihat bagaimana wajahnya bersinar, rambutnya yang sedikit gondrong itu masih basah dengan air wudu yang tersisa.

Gia tahu, sangat tahu, bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Namun hari ini, Gia menemukan bukti firman Tuhan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya.

Saat ini Gia tahu, Zahra memanggilnya berkali-kali. Namun rasanya suara sebangkunya itu tidak masuk ke dalam pendengarannya. Kedua telingannya seakan dipenuhi oleh obrolan Haris dan teman-temannya.

“Iya si goblok tahiyat akhir kaki gue didudukin,” ucap Haris.

“Sempit anjay! Sebelah gue Damar mepet banget dia salatnya tadi buset dah,” balas Ojan.

“Apaaan lo orang tadi gue sebelah Haris terus gue kasih jarak dikit. Elu kan yang nyempil di tengah gue sama Haris?” balas Damar.

“Iya sumpah gua liat demi Allah dongo banget, untung gue belakangan jadi sempet ngindar,” timpal Dhimas

“GIA!”

Panggilan keras Zahra yang tepat di telinganya itu membuat Gia terlonjak setengah mati dan tanpa sengaja menumpahkan minumannya ke rok Zahra.

“GI GI TUMPAH GI!!!”

“Hah? Eh, sorry sorry!” ucap Gia seraya mengeringkan rok Zahra dengan tissue.

“Lagian ngagetinn!” ucap Gia.

“Lagian bengong!!” balas Zahra tak mau kalah. “Ngeliatin apa?!”

“Enggak,” elak Gia.

“Ngeliatin apa?!” tanya Zahra.

“ENGGAK IH!” balas Gia sambil menahan senyum.

“WAHAHAHAH, ngeliat aaaapa Giaaaaa?” ledek Zahra.

Gia hanya menggeleng dan sebuah senyuman malu lolos dari pertahanannya. “Cepet cepet naik, Pak Asep!”

Gia sudah bangkit dari kursinya sementara Zahra masih tertawa sambil melihat Gia membersihkan sampahnya sambil menahan tawa yang sudah hampir meledak. Terlihat dari pipinya yang semakin menggembung, membuatnya terlihat semakin gemas. Gia sempat menghentikan kegiatannya hanya untuk menutup wajahnya menggunakan rambutnya, yang mengundang tawa Zahra lebih keras lagi.

“Zahraaaaa ayo cepetan ah!”

“Yakin? Udah nih liat surga dunianya?”

“JARA!”