Odong-Odong
“Woi!” panggil Ojan, membuat semua pasang mata di kelasnya tertuju padanya. Seperti hari-hari biasanya, pemuda itu menikmatinya. Ia selalu senang menjadi pusat perhatian. Sementara itu, ketiga temannya memilih melipir dan menikmati jajanan yang dibeli dari kantin setelah salat duha tadi.
Ini adalah jam istirahat, jadi, baik Haris, Damar, maupun Dhimas sama sekali tak melarang Ojan untuk membuat onar. Sebab jam istirahat memang waktu bagi pemuda itu untuk unjuk gigi.
“Diem-diem baaae lu pada. Setel musik yakkk biar kayak cafe,” lanjut Ojan.
Setelahnya ia menyambungkan ponselnya pada speaker kelas dengan kabel penghubung dan menjadikan kursi guru yang mewah sebagai singgasananya. Ojan terlihat mengutak-atik ponselnya, memilih lagu yang bisa menghiasi waktu istirahat teman-temannya.
Tak lama sebuah musik mirip dangdut mulai terdengar, pria itu kemudian bangkit dan mulai mendominasi 'panggung' yang ia buat sendiri. Ojan berdiri di depan kelas dan mulai membiarkan tubuhnya bergerak mengikuti irama.
Kucingggku telu~~ kabeh lemu-lemu~~
Kompak, teman-teman kelasnya tertawa dan mulai protes.
ANYING LAGU APAAN NIH HAHAHAHAH
Gue kira lagu dangdut sumpah!
“Yah, norak lu semua! Ini lagu anak-anak masa kini nih, diskoooo!” sahut Ojan.
“Tuh, meeeooooong meeeooong, tak pakani lontonggggg, IHIY!” Ojan kembali bernyanyi. “Ni kagak ada yang mau nyawer gua apa?” ujarnya bermonolog.
“Astaghfirullah Ojan kamu tuh ngapain sihhh, Damar ih temen kamu teh ada aja kelakuannya!” ujar Nadia yang baru saja datang ke kelas.
“Emang, Nad. Biarin aja udah,” balas Damar.
Melihat Ojan semakin asyik dengan dunianya, sebuah ide muncul di kepala Haris. Pemuda itu meletakkan makanannya di meja dan mencolek Dhimas untuk menjadi partner-nya untuk bergabung bersama Ojan. Dhimas yang mengerti kode Haris kemudian ikut bangkit meski mulutnya masih penuh dengan makanan.
Keduanya menghampiri Ojan dan kemudian menyusun beberapa kursi menjadi dua barisan.
“Bangggg mau naek odong-odong, Bangg!” ucap Haris seraya tertawa.
“WAHAHAHAH anying ada aja lu, YA YA DEK BOLEH DEH, DEPAN KOSONG DEPAN PILIH AJA DEK,” balas Ojan. Kemudian dirinya menarik kursi dan sebuah meja agar tempat duduknya lebih tinggi dan berperan sebagai abang-abang yang menggowes pedal agar odong-odong bergerak naik-turun. Sementara Haris dan Dhimas memilih dua kursi di depan dan berperan sebagai anak-anak yang menaiki odong-odong.
Kucingggku teluu~~
Kabeh lemu-lemu~~
Sing sini abanggg~~ sing loooro klawu~~
Lagu anak-anak yang dipilih Ojan masih terdengar mengisi ruangan, penumpang 'odong-odong' Ojan itu pun semakin banyak. Anak-anak laki-laki di kelasnya turut bermain bersama Haris, Ojan, dan Dhimas.
“Abang abang aku mau naik, Banggg~“
“OIYA DEK BENTAR DEK,” ucap Ojan. Kemudian ia berpura-pura mengangkat temannya itu dan mendudukannya di 'odong-odong'.
“Ni adek yang ini dua lagu lagi yakkk!” ucap Ojan menunjuk Haris.
“Sepuluh deh, Bangg, pelit amat!” sahut Haris.
“Sepuluuh? Lu bayar gope aja mau sepuluh. Dikasih satu lagu penuh aja harusnya bersyukur luuu!” balas Ojan.
“Bang saya berapa lagu lagu bangg?” tanya Dhimas.
“Ah kalo Adek mah satu album juga boleh,” sahut Ojan.
“LU PILIH KASIH AMAT!” protes Haris. Sementara Ojan hanya tertawa.
“EH MAMAHHH SIAPIN AKU KALI MAHHH!” ucap Dhimas pada Damar yang sedari tadi hanya tertawa-tawa seraya menonton pertunjukkan teman-teman kelasnya dari kursinya.
Akhirnya, mau tak mau ia pun meminjam kotak bekal milik Orin dan berperan sebagai seorang ibu yang menyuapi anaknya di sore hari.
“Ayok, Nak mam dulu mam dulu, aaa aaa.” Damar menyuapkan sesendok berisi udara itu pada Dhimas. Sekali, dua kali, aman. Hingga suapan berikutnya, terdengar protes dari Dhimas.
“Ih si Damar nyuapin gue napsu banget anjir lu emak macam apa. Nyuapin nasi kagak ada jaraknya lu kata gue kudanil maen telen-telen aja?!”
“KAN BIAR CEPETTTT!” balas Damar. “YA NGGAK GITU JUGA, satu suapan belom kelar udah maen sodok-sodok aja lu!” balas Dhimas. Berhasil membuat teman-temannya tergelak.
Keempatnya bersama teman-temannya yang lain tetap asyik dengan dunianya sendiri. Menikmati ekspresi teman-temannya yang terhibur seraya menikmati bekalnya masing-masing. Tidak melipakan Ojan yang tetap memutar lagu yang semakin tidak masuk akal.
Happy birthhhdaaaay tooo yooouu~~~
“Ini lagu apa sih ya Allah perasaan tadi bilangnya cafe NI CAFE MANA YANG LAGUNYA BEGINI SUBHANALLAAAAHHH!” Ayesha turut bersuara.
“Yah, katro, Jan, katroooo lu Ayesha katro! Sekarang tuh yang koplo begini maceman EDM anak di bawah umur,” ucap Dhimas.
Haris tertawa ngakak, “EDM anak di bawah umur anying.”
“Ini Happy Birthday Pokemon, Sha, siapa tau lu butuh buat Playlist nugas huahaahahh,” balas Ojan.
Mereka semua masih asyik bermain odong-odong hingga seorang guru piket muncul di depan pintu untuk menagih laporan absensi hari itu.
“Assalamualaikum—astaghfirullah ini tuh pada ngapain?!”
Bubar, bubar semua. Mereka berserakan hingga membuat kursi dan meja yang disusun berserakan hingga jatuh.
“HARIS BU HARIS DULUAN HARIS!!!”
“Yah.... Ini mah namanya pengkhianatan.....” keluh Haris, pasrah.