Obrolan Pagi

Aghniya merapikan tasnya, menyampirkan ranselnya pada kursi agar tidak terjatuh. Lalu gadis itu meletakkan tas bekalnya pada kolong meja. Aghniya lalu bergegas meletakkan surat izin milik Dhimas pada selipan buku absen agar guru-guru yang mengajar kelasnya hari itu tak perlu lagi menanyakan ketidakhadiran Dhimas.

Aghniya lalu berjalan menuju pintu kelasnya, berniat mengintip keadaan koridor. Namun, ketika dirinya ingin menggapai gagang pintu, pintu kelasnya justru lebih dulu ditarik kencang oleh seseorang dari luar. Sekon berikutnya Aghniya terkejut setengah mati, karena Damar-lah yang membuka pintu kelasnya.

“ASTAGHFIRULLAH, IIIHHH! Damaaar buka pintunya pelan-pelan aja doong! Kaget!” protes Aghniya.

Damar mengangkat sebelah alisnya terkejut lalu tertawa, menampilkan deretan gigi yang rapi juga lesung pipi yang menjadi khas dirinya. Kedua matanya yang menyipit turut andil menambahkan kesan manis pada wajahnya yang sudah rupawan. Masih dengan tawa renyahnya, Damar kembali bicara. “Kaget banget?”

“Menurut L?” balas Aghniya sambil menahan senyum.

“Biasa aja. Ojan pernah sampe ngejengkang gue kagetin hahahaha,” jawab Damar.

“Ih demi apa? Parah loooo, kenapa dikagetin lagian?”

“Gue nggak berniat ngagetin, dia lagi duduk bengong gitu, gue panggil kenceng banget 'JAN!' gitu sambil gue tepok pundaknya, eh dia ngejengkang sendiri, hahahah,” jawab Damar.

“MASA? terus dia gimana?”

“Marah-marah, katanya 'GUOBLOK DAMAR!' gitu,” Damar menjawab lagi, dengan senyum manis yang lagi-lagi terpampang di wajahnya. Pemuda itu sama sekali tidak merasa keberatan dengan pertanyaan yang Aghniya lontarkan bertubi-tubi. Malah, Damar dengan senang hati menyambut semua pertanyaan itu. Damar menyukai antusias gadis di hadapannya setiap kali dirinya bercerita.

Gadis itu kini hanya tertawa. Lalu Damar teringat tujuannya menghampiri Aghniya. “Eh, ayo ngomongin Dhimas,” ajaknya.

Alis Aghniya bertaut, “Ih teman macam apa lo Damar, masa mau ngomongin Dhimas?”

“Buuukan ngomongin begituu! Ayok cepet ah, bocil banyak bercanda deh, nanti keburu beeel tau nggak?” ujar Damar lalu mendahului Aghniya melangkah menuju kursi milik gadis itu dan Dhimas.

“Ini kursi lo kan?” tanya Damar sambil menunjuk kursi di hadapannya. Aghniya menggeleng, membuat Damar yang sudah berniat menduduki kursi itu ragu.

“Itu kursi Dhimas, kursi gue mah yang ada tas gue, hehehe.”

“Hoooo, jail? Nanti gue jailin balik jangan nangis ya?” balas Damar. “Sini buruan duduk, mau baca chat gue sama Dhimas nggak?”

“MAU MANAAAAAAA??”

Secepat kilat, Aghniya terpancing dan berlari menduduki kursinya sendiri. Membuatnya berdampingan dengan Damar.

“Eh, nggak jadi deh,” ujar Damar. “Yaah? Kok? Boong ya? Jail juga ya?!”

Damar lagi-lagi tertawa, “Iyalah. Gantian.”

“Yah malesin banget. Nggak jelas!”

“Serius serius, Dhimas beneran chat gue kok, ngabarin kalo dia nggak masuk. Nah, yang nggak masuk akal itu alesannya ini. Dia selalu bilang ke gue kalo dia lebih pilih bolos acara keluarga dari pada bolos sekolah soalnya katanya keluarga dia repot, banyak tante-tante genit. Tapi sekarang masa dia bolos sekolah karena acara keluarga?” ujar Damar.

“IYAA GUE JUGA TAU ITU, terus masa semalem gue chat dia, katanya lagi di luar. Sampe hampir jam 12 malem masih di luar, Dam. Ngapain coba? Takut dia digrebek polisi nggak sih?? Jam segitu masih di luar.”

Damar ingin tertawa lantaran Aghniya dan pemikirannya yang sama sekali tak terduga. Namun ia langsung menahan senyumnya dan mengubah wajahnya menjadi kembali serius.

“Serius?”

“Beneraaaaan!”

“Tapi iya sih, gue juga takut dia kenapa-napa. Dia kan gitu, setiap ada masalah disimpen sendiri,” balas Damar.

“Iya, kan? Senin dia masuk nggak ya?”

“Nah, coba liat aja hari Senin. Kalo dia belom masuk juga kita bombardir,” ujar Damar.

“Bener banget.”

“Ya udah, gue turun ya? Nanti lagi ngobrolnya,” pamit Damar.

“Ngapain turun? Bentar lagi bel kan?”

“Ya iya, biasaaa,” jawab pemuda itu.

Aghniya lalu memasang tampang meledek, “Bukan anak rohis tapi lebih sering disuruh tadarusan dari pada anak rohisnya sendiri, hahahaha.”

“Tau, payah nih anak rohisnya,” balas Damar.

“Ih gue bilangin lo, di sini markas rohis nih. Bejibun anak rohis di sini,” ancam Aghniya bercanda.

“Hah iya? Kabur ah, dadaahh!”

“Semingitttt!” ujar Aghniya.

Setelah Damar berlalu pergi, tinggallah gadis itu dengan kerungsingannya sendiri.

“MAMPUSSSSSS NGGAK ADA DHIMAS NGGAK ADA YANG GUE JADIIN PEGANGAN AAAAA DHIMAS LO DI MANA SIHHHH?!”

“Damar baca Qur'an, Damar baca Qur'an, Damar baca Qur'an, ya Allah pusing..”