Mendung

“Siapa yang bikin mata lo berkaca-kaca gitu?”

“Ngantuk!! Nguapp, tadi abis nguaaaap jadi gini, hehehe,” jawab Aghniya. “Emang keliatannya kayak orang mau nangis?”

“Iya. Banget. Lo serius nggak pa-pa?”

“Serius, nggak pa-pa, Damar,” balas Aghniya lagi. Gadis itu mengusahakan ekspresi wajah secerah mungkin. Supaya Damar tidak curiga dan bertanya lebih lanjut.

Damar menghela napasnya pasrah, ia memilih mengalah lalu melepas lengan Aghniya gang sedari tadi berada dalam genggamannya.

“Ya udah. Udah pesen ojol?”

“Ini mau,” jawab Aghniya.

Lalu gadis itu mengutak-atik ponselnya. Damar berdiri di sebelah Aghniya, masih mengamati gadis itu dengan seksama. Sesekali Damar mendapati air muka gadis itu yang lesu, sorot matanya tak secerah biasanya, nada bicara Aghniya pun tadi terdengar gemetar. Damar tahu, ada sesuatu yang terjadi pada gadis itu.

Dan entah mengapa, Damar merasa tidak nyaman. Rasanya gusar. Ada sesuatu yang menghambat keceriaan seorang Aghniya dan Damar tidak menyukainya. Melihat gadis itu berusaha tersenyum di hadapannya dan berpura-pura baik-baik saja, Damar tidak menyukainya.

Damar dengan senang hati mengumpamakan Aghniya sebagai matahari, dan kini ada sesuatu yang menghalangi sinarnya sampai ke bumi. Dan Damar tidak menyukainya.

Aghniya menyelipkan helaian anak rambutnya yang cukup panjang di balik telinga. Lalu mengetikan pesan pada seseorang melalui ponselnya. Damar tersenyum tipis memperhatikan setiap tingkah kecil yang dilakukan Aghniya.

Setelahnya Damar membuang muka, berpura-pura mengedarkan pandangannya ke langit. “Mendung,” ujarnya.

“Hm? Mendung?” ujar Aghniya mengulangi ucapan Damar. “Mana? Enggak, kok! Masih panas, Dam. Terang, kok. Nggak bakal ujan, tenang aja!”

“Lo. Lo yang mendung. Yakin nggak bakal ujan?” tanya Damar.

Aghniya terdiam sejenak. Ia mengerti maksud pertanyaan Damar. Masih dengan senyum yang dipaksakan, ia menjawab. “Enggak.”

“Nggak ujan, atau nggak yakin?” tanya Damar lagi.

Nggak yakin..

“Nggak ujan!” jawabnya sambil tersenyum.

“Bener ya?”

“IYAAAAA! NGGAK UJAN! Capek aja kali ya? Terus gue masih mikirin jugaaa kenapa tugas gue ilang, curiga jatoh, atau emang ada yang sengaja buangg. Makanya gituu, lesuuuu, hehehe,” balas Aghniya.

“Oalaaah, kirain kenapa. Udah, nggak usah dipikirin. Yang penting tadi udah ngumpulin lagi kan langsung ke gurunya?” tanya Damar.

Aghniya mengangguk yakin. “Besok-besok, kalo takut ilang lagi, lo ngumpulinnya terakhir aja. Sekalian lo yang bawa ke ruang guru. Mastiin biar tugas lo nggak ilang lagi,” ujar Damar lagi.

“Iyaaaaaa. Ini ojolnya udah dateng, makasih banyak ya Damar. Folionya, waktunya. Hati-hati nanti ke stasiunnya!”

“Sama-sama, hati-hati juga! Kabarin gue kalo udah sampe rumah,” balas Damar.

“Awkay, dadahh!”