Mamijul

“Aghni sekolahnya kelas berapa?” tanya Juli pada gadis di sebelah calon suaminya. Saat memilih tempat duduk tadi, Aghniya bersikeras ingin duduk di sebelah Danny. Meski Aji memerintahkannya duduk menjauh dari Danny, gadis itu tak menghiraukannya. Lagipula, Danny mengizinkannya. Alhasil, jadilah Aghniya duduk di tengah-tengah Danny dan Aji. Danny di sebelah kiri gadis itu dan Aji di sebelah kanan, sementara Juli dan Ayna duduk di sebelah pasangannya masing-masing.

“Kelas sebelas Tante. Kelas dua SMA.”

“Oohh, dulu Tante Jul kelas sebelas udah pacaran. Aghni juga nggak?” balas Juli.

“Proses, Jul,” ejek Aji.

“Oh iya? Aghni kok nggak ceritaaa sama Om?” kini Danny bersuara.

“Hah?”

“Besok jalan dia, Mas, sama cowoknya,” balas Aji.

Omaygattt apa nihhh, kok aku jadi bahan gunjingan keluarga begini?” Aghniya bermonolog sembari memegangi kepalanya dengan ekspresi mata yang dimainkan. Tentu saja sikapnya mengundang gelak tawa keluarganya.

“Emang dibolehin pacaran sama Papaji?” tanya Jul.

“Gue mah boleh-boleh aja asal gue tau orangnya yang mana. Salim dulu sama gue gitu,” balas Aji.

“Ya, tapi kan orang jadinya takut duluan sama Papa. Sumpah, Tante. Sering banget orang mau PDKT nggak jadi gara-gara Papa kayak gitu,” balas Aghniya sebal.

“Ya, bagus, lah! Berarti yang bisa macarin kamu yang bener doang, kan?” balas Aji tak mau kalah.

“Iya, sih,” balas Aghniya pada akhirnya. Memilih pasrah karena tak lagi memiliki argumen untuk membalas sang Papa.

“Ini kalo di rumah juga begini, Ay?” tanya Juli.

Danny terkekeh, “I've seen worse, Babe.

“CIE JIAHAHAHAHAH aduhhh Om Danny sekarang udah pacaran ya Allah ngakak, maaf maaf, astaghfirullah,” ledek Aghniya pada Danny.

“Emang campuran Aji Ayna banget ya?” bisik Juli.

“Parah,” balas Danny.

“Aghni suka nontonin beauty pageant kan? Tuh Tante Jul dulu pernah ikut tau. Puteri Indonesia tahun 2004 tuh yang menang Tante Jul,” ujar Danny.

“HAH? DEMI APA TANTE? EMANG IYA BUNAY?”

“Iyaa sayangg,” balas Ayna.

“Masaaa??? Ih keren banget!! Ya ampun tahun segitu aku masih dua tahunnn, Tante Jul udah keren aja?” ucap Aghniya.

“Hahaha, terima kasih. Kamu nanti pasti lebih keren, Sayang!” balas Juli.

“Nggak enak deh, manggilnya Tante Jul. Mau panggil yang lain boleh nggak?” tanya Aghniya.

“Boleeh, emang mau panggilnya apa?” tanya Juli.

Can i call you Mamijul?

Pertanyaan gadis itu membuat semuanya tertegun sesaat. Tak ada yang menjawab.

“Kan udah ada Bunay, Papaji, Omdan, can i also have Mamijul?” tanyanya lagi.

Juli masih tidak menjawab, wanita itu masih mengerjapkan matanya tidak menyangka. Ia kira, keponakan Danny itu tak akan menerimanya dengan baik. Jadi, satu-satunya yang Juli persiapkan hanyalah pertahanan berlapis-lapis untuk kata-kata pedas dan penolakan tajam yang akan ia terima hari ini. Karena sejujurnya Juli tak ingin berharap banyak dari seorang gadis yang bahkan belum genap 17 tahun.

Namun, dugaannya meleset begitu jauh. Rupanya gadis yang ia temui hari ini adalah gadis yang hangat, bahkan menganggapnya keluarga secepat ini hingga memberinya panggilan khusus guna menyesuaikan anggota keluarga yang lain.

Melihat Juli yang masih berdiam di tempatnya, Aghniya buru-buru berniat menarik kembali ucapannya. Takut-takut Juli tak nyaman dengan sikapnya yang sok akrab.

“Eh, ta-tapi kalo nggak boleh—”

“Boleh. Boleh banget, Sayang. Maaf ya, tadi Mamijul kaget aja,” potong Juli cepat.

Kini giliran Aghniya yang tertegun. Sekon berikut gadis itu tersenyum menyadari Juli mengizinkannya memanggil wanita itu dengan sebutan yang ia berikan.

“Eh, tuh makanannya udah jadi. Makan dulu ya? Abis ini kita jalan-jalan,” ucap Danny.

“Boleh, Om?” tanya Aghniya.

“Boleh, Sayang.”

“Boleh beneran, Pa?” tanyanya lagi.

“Nggak. Ini mah acara keluarga, kamu kan anak nemu di jalan,” jawab Aji.

“ASTAGHFIRULLAH, BUNAY PAPANYA TUH!”

“Maas, ya Allah! Disuruh makan loh sama Mas Dani bukan isengin anaknya!” ucap Ayna.

Sementara Juli hanya mengulas senyum di tempatnya. Mengintip interaksi keluarga kecil namun tetap ramai itu dari balik bahu Danny. Pria itu menoleh, mendapati Juli sedang memperhatikan keluarga adiknya dengan sorot mata berbinar.

Danny mendekatkan bibirnya pada telinga Juli, kemudian berbisik.

Welcome to the club, Mamijul!