Let Her Go

Hari ini adalah hari yang cukup menyiksa bagi X MIPA 2, pasalnya mereka harus berolahraga dengan pengambilan nilai lari mengelilingi komplek sekolah yang menguras tenaga habis-habisan. Bahkan Gia harus tertinggal di belakang lantaran tak sanggup mengejar Zahra yang memang lebih kuat fisiknya ketimbang dirinya. Saat Zahra menawarkan untuk menemaninya, Gia menolak. Gadis itu mempersilakan Zahra untuk lari lebih dulu dan meninggalkannya agar tidak mempengaruhi nilai teman sebangkunya itu. Dan Gia memilih untuk berlari semampunya seraya sesekali mengistirahatkan kakinya dengan berjalan santai dan mengatur napasnya.

Biasanya, Gia pun termasuk kuat untuk berlari. Namun hari ini entah mengapa kondisi fisiknya rasanya kurang mumpuni. Akhirnya gadis itu memilih untuk mengalah dan tidak memaksakan, menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

Alwan dan Zahra menjadi dua orang pertama yang sampai di sekolah. Sebab keduanya memang tak henti-hentinya bersaing sepanjang jalan. Ketika Zahra beristirahat, Alwan memilih untuk melalui gadis itu. Dan ketika Alwan lengah, Zahra melaju secepat kilat untuk mendahului pemuda itu.

Keduanya kemudian menghampiri Pak Edo, sang guru olahraga untuk melapor agar waktu mereka tercatat dan nilai dapat dituliskan. Baik Alwan maupun Zahra sama-sama terengah dan bercucuran keringat. Wajah keduanya pun sama merahnya dengan kepiting rebus.

“Pak, saya duluan dong, Pakk! Zahra Aaliyah,” ucap Zahra.

“Enak aja! Saya duluan, Pak! Alwan Anggara!” serobot Alwan.

“Ya ilahhh ribut banget berdua, ini gue tulis sama nilainya nih 90 dua-duanya!” sahut Pak Edo menengahi. Setelah itu kemudian Alwan dan Zahra berjalan gontai menuju pinggir lapangan untuk meluruskan kaki dan beristirahat.

Kedua muda-mudi itu kini bersandar kepada sebuah taman kecil di pinggir lapangan. Kemudian sama-sama menenggak air putih yang mereka bawa dari kelas. Botol Alwan kosong lebih dulu sebab pemuda itu meneguknya habis dalam sekali tenggakan. Pemuda itu kemudian menjadikan botol plastiknya sebagai mainan, diketuk-ketukkannya ke lapangan hingga menimbulkan suara yang cukup mengganggu bagi Zahra.

“Berisik tau nggak?” ucap Zahra disertai delikan tidak suka. Alwan menoleh kemudian tersenyum jahil. Pemuda berbadan kekar nan tinggi itu malah iseng, semakin mengetuk-ngetukkan botolnya ke tanah dengan iringan fanchant ala-ala pendukung tim sepak bola Indonesia.

Kelakuannya itu tentu saja segera mendapat respon kemarahan dari Zahra. “Gue gebbbug lo ya?!” ancam Zahra, gadis itu sudah dengan siap mengangkat botol minumnya di udara sebagai alat untuk memukul Alwan tepat di keningnya.

Pemuda itu berlindung di balik kedua tangannya sendiri, “Ampun, ampun!”

“Lo melupakan nasib primadona lo yang masih gue simpan baik-baik, kah, Wan?” canda Zahra.

“Oh iya anjrit!” ucap Alwan seraya menoleh cepat. Setelahnya ia meraih tangan Zahra untuk disalami. “Maafin aku, yah!”

“IH KERINGET LU INII KENA TANGAN GUE!!”