Keputusan (2)

“Baik, langsung saja kita mulai ya? Sebelumnya terima kasih kepada orang tua Haris dan Gio karena mau memenuhi undangan kami untuk kedua kali,” Bu Maria membuka pembicaraan seraya menatap tamu-tamu yang kembali hadir memenuhi ruang BK. Tamu-tamu yang membuat ruang BK lagi-lagi dikelilingi orang-orang penasaran yang menempelkan telinganya di pintu ruang BK yang tertutup rapat.

“Udah langsung aja, Bu, nggak usah pake basa-basi. Saya nggak punya banyak waktu,” ucap Mama Gio yang membuat Haris serta Mama otomatis memutar bola matanya malas.

Emang lo doang yang punya urusan? batin Haris.

Setelahnya Bu Juju mengambil alih pembicaraan untuk menjelaskan semuanya pada Haris. “Jadi begini, Haris, Ibu. Setelah kemarin Haris keluar, Gio menceritakan semuanya kepada kami. Gio menceritakan detail kejadiannya seperti apa sampai Haris ini menghajar Gio. Kami, pihak sekolah pun sudah memutuskan konsekuensi untuk Haris.”

Haris mengangguk pelan, matanya kini menatap ke arah Vio yang turut hadir di sana, pria itu menatap Haris dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelahnya Haris kembali menatap Bu Juju yang hendak melanjutkan bicaranya. “Kami juga sudah membahas ini dengan kepala sekolah, dan Bapak setuju bahwa Haris akan dikenai sanksi. Sanksi yang akan Haris terima yaitu berupa skors selama satu minggu. Terhitung sejak hari ini.”

Sontak Haris menoleh, tentu saja ini tidak dapat ia terima dengan lapang dada. Haris memang santai sejak kemarin, sebab ia mengira hanya akan mendapat hukuman yang sama dengan yang diterima Dhimas kala itu, skors selama dua hari. Namun, dugaannya meleset. Konsekuensinya justru lebih parah dari itu.

“Loh, kenapa jadinya cuma skors satu minggu sih, Bu? Kemarin saya minta anak ini dikeluarkan. Kalau dia masih di sini, bisa-bisa dia akan membahayakan murid-murid yang lain loh!” sahut Mama Gio.

“Iya, Bu. Kenapa nggak dikeluarin aja sih? Nanti kalo Kak Haris udah masuk lagi, terus dia ngehajar saya lagi gimana? Pasti abis ini dia dendam sama saya, Bu!” Gio menimpali. “Posisi saya nggak akan aman-aman aja setelah ini, Bu. Bisa jadi nanti Kak Haris ngehajar saya lebih parah dari ini. Kalo cuma diskors aja itu nggak akan membuat saya aman dari tukang bully kayak dia, Bu. Saya mohon, tolong keputusan ini dipertimbangkan kembali,” lanjutnya.

Amarahnya sudah ingin meledak kala itu, namun ketika Haris ingin mengeluarkan protes, Vio lantas menatap tajam ke arahnya. Membuat Haris sontak kembali terdiam dan hanya mengangguk pelan.

“Perlu diketahui bahwa keputusan ini sudah tidak bisa diganggu gugat karena ini juga merupakan keputusan kepala sekolah. Ini juga sudah termasuk keringanan bagi kamu, Haris. Sebab Gio dan orang tuanya sebenarnya meminta sekolah untuk langsung mengeluarkan kamu, tapi Bapak mempertimbangkan keringanan karena prestasi-prestasi kamu di sekolah ini,” sambung Bu Juju.

“Untuk Gio dan Ibu, mohon maaf sekali kami tidak bisa sembarangan mengeluarkan peserta didik. Apalagi ketika peserta didik yang terlibat masalah adalah yang berprestasi seperti Haris, pasti kami akan memikirkan dan mempertimbangkannya secara matang. Kemudian Gio tidak perlu takut kejadian ini akan terulang ya, Nak! Sekolah menjamin keamanan untuk kamu. Kalau kejadian seperti ini terulang, maka kami akan dengan tegas mengeluarkan Haris secara tidak terhormat,” Bu Maria menambahkan.

Haris hanya bisa menunduk kala itu, terdengar helaan napas kecewa darinya. Pikirannya berkecamuk, memikirkan sebetulnya dunia macam apa yang ia tinggali hingga orang-orang seperti Gio dapat dengan mudah menutup kebenaran hanya dengan wajah melas dan kekuasaannya?

Haris menatap wajah Gio yang kini tersenyum kemenangan seakan tak ada lagi rasa sakit yang dihasilkan dari luka-luka di wajahnya. Kalau saja ini bukanlah ruang BK, maka Haris akan dengan senang hati kembali melayangkan tinjunya pada Gio. Haris yakin dengan sangat, sudah tercipta berbagai skenario jahat di kepala kosong Gio saat itu. Pemuda itu rasanya benar-benar berniat membuat Haris dikeluarkan dari sekolah ini, dan Haris tahu itu.

“Baik, apakah keputusan ini bisa diterima oleh semua pihak?” tanya Bu Juju. Kemudian dengan terpaksa semua tamu yang hadir saat itu mengangguk. Termasuk pula Mama yang sejak tadi hanya diam tanpa mengeluarkan suara.

“Jika keputusan ini bisa diterima, kita akhiri saja pertemuan hari ini. Untuk Haris, silakan meminta maaf pada Gio. Jangan diulangi lagi ya, Nak. Dengar tadi konsekuensi kamu kalau sampai kejadian ini terulang?” ujar Bu Juju, sementara Haris hanya mengangguk.

Setelahnya Haris mengulurkan tangannya pada Gio, meruntuhkan segala harga diri yang ia bangun di depan seorang pemuda yang kerap ia sebut sebagai bajingan. “Maaf,” ucap Haris singkat.

Namun, tangannya ditepis begitu saja oleh Mama Gio. “Singkirkan tangan kamu! Nggak usah sok baik, sekali berandal tetap berandal!”

“Jaga ucapan Ibu! Saya nggak pernah membesarkan anak saya untuk menjadi seorang berandal seperti yang barusan Ibu sebutkan!” Mama akhirnya membuka suara membela Haris. Namun sebelum situasi semakin ricuh, Haris menahan pundak Mama dan menggeleng pelan.

“Udah, Ma. It's okay,” bisiknya. Membuat sang ibu akhirnya mengendus sebal dan kembali menutup mulutnya.

“Sudah, sudah. Dimohon untuk tenang ya, jangan sampai ada keributan lagi di sini. Kita akhiri saja pertemuan ini, untuk para orang tua dipersilakan pulang. Silakan Gio untuk kembali ke kelas. Haris, silakan mengambil tas kamu dan pulang.”

Setelah Bu Maria mengakhiri pertemuan hari itu, mereka semua bubar. Lagi-lagi Haris terkejut lantaran melihat banyak orang berkerumun di depan ruang BK. Sepertinya kasusnya dan Gio benar-benar membuat semua orang penasaran meski Haris tidak tahu apa alasannya. Kemudian seperti yang sebelumnya, Haris menuntun Mama ke tempat di mana mereka bisa bicara empat mata.