It's Him Again
Yasmine berjalan gontai menuju rumahnya sendiri. Ia sengaja memilih turun dari taksi di depan gerbang komplek rumahnya. Berjalan santai mungkin akan membantunya melegakan hati yang berat malam itu.
Gadis itu memilih berhenti pada taman yang sama yang ia datangi sore tadi. Namun, kali ini memilih duduk menjauh dari pohon. Gadis itu duduk di ayunan yang menganggur. Meskipun dalam hatinya ia merasa ketar-ketir, takut akan bahaya yang menghampiri, Yasmine tetap menepis semua takutnya. Ia butuh ketenangan.
Yasmine menatap kosong ke sembarang arah. Gadis itu hanya diam seraya merasakan embusan angin dingin yang menerpa kulitnya. Pikirannya pun menerawang pada perkataan eyang putrinya belum lama tadi. Perihal keluarganya yang dengan riang mengatakan bahwa mereka lebih bahagia menghabiskan waktu tanpa dirinya.
Sesekali Yasmine menerka-nerka, apakah kesalahan yang ia buat di masa lalu hingga membuatnya begitu dibenci oleh keluarga besarnya? Apakah perbedaan yang dimilikinya hingga membuatnya begitu dikucilkan?
Sesekali Yasmine menerka-nerka, apakah bayangannya akan hidup dengan penuh cinta dan pengakuan akan terwujud suatu hari nanti? Akankah suatu hari ia akan mendapat kesempatan menggengang tangan sang ayah?
“Neng, sendirian aja?”
Seseorang menepuk pundaknya membuat Yasmine terlonjak. Ia nyaris berteriak sangat kencang jika tidak lantas menyadari seseorang yang kini berdiri di hadapannya.
“Ihhh, astaghfirullah, Daffa! Ngagetin aja!” balas Yasmine seraya menepuk pundak Satria.
Pemuda itu terkekeh, “Malem-malem, sendirian, bengong lagi. Bahaya tau, kalo kesambet gimana, Yayas?”
Yasmine menghela napas seraya mengumbar senyuman tipis pada wajah cantiknya yang terlihat lesu. Jejak air mata yang mengering di pipinya pun membuat Satria mengerutkan keningnya.
“Kok di luar malem-malem gini? Bawa tas segala, lo lagi mau jadi rebel apa gimana?” tanya Satria.
“Rebel?” sahut Yasmine bingung.
“Iya lo lagi mau kabur dari rumah apa gimana?” tanya Satria lebih jelas.
“Ah, haha. Enggak. Tadi aku disuruh nyusul ke rumah Eyang sama Mas Jiel, soalnya dia, Ayah, sama Bunda disuruh nginep di sana.”
“Terus udah ke sana? Atau lo lagi nunggu ojol di sini?” tanya Satria.
“Enggak, Daf. Aku udah ke sana, tapi pulang lagi.”
“Kenapa?”
Yasmine terdiam sejenak. Gadis itu menunduk dan menghela napas kecewa sebelum menjawab. “Mereka nggak pengen aku gabung di sana, Daf.”