Hello, Mr. Perfectly Fine

Hello, Mr. Perfectly Fine How's your heart after breaking mine?

Gadis itu melihat tanggal di kalender digital yang terdapat pada ponsel pintarnya. 16 November 2020.

Tahun-tahun sebelumnya, h-7 menuju hari ini, tidak, bahkan h-30 menuju hari ini gadis itu mulai akan memikirkan hadiah apa yang akan ia berikan pada kekasihnya. Sepatu? Kaus? Jam tangan?

Namun tahun ini kewajibannya sudah tanggal. Karena hubungan keduanya yang sudah berakhir bulan Oktober lalu. Pria itu sudah menemukan pengganti dirinya bahkan dalam kurun waktu dua minggu. Revan baik-baik saja. Sangat.

I've been Miss Misery since your good bye

Aghniya mengulas senyum tipis kala mendengar lirik lagu yang menyindirnya tepat mengenai sasaran. Lirik yang menohok namun memang sengaja ia dengarkan keras-keras melalui speaker pada earphone kecilnya yang ia sambungkan ke laptop.

Benar, Revan terlihat baik-baik saja. Sangat. Namun dirinya hancur. Sangat.

Aghniya memang tidak memulai hubungannya dengan Revan dengan perasaan yang berhasil membuatnya merasakan euforia jatuh cinta. Gadis itu memulainya berdasarkan pertimbangan dari pernyataan Revan yang terdengar seperti pahlawan yang perkasa. Yang terdengar seakan sanggup membawanya menjauh dari tepi jurang dan akan membawakannya pelangi. He was there, acting like a knight in shining armor.

Berakhirnya hubungan Aghniya dan Revan, maka berakhir pula seorang Aghniya yang berseri. Sinarnya bagaikan dicuri. Gadis itu tak ingin lagi percaya diri, merasa tak memiliki apapun untuk dicintai dari dirinya sendiri. Yang ada di benaknya adalah anggapan bahwa dirinya adalah seorang yang jahat, menyebalkan, tidak pantas untuk dikelilingi orang-orang berhati baik di sekitarnya. Kata-kata Revan melalui pesan waktu itu masih suka terputar jelas dalam pikirannya.

Kamu sadar nggak sih kamu tuh toxic buat orang-orang di sekitar kamu?

Aku bisa gila lama-lama kalo deket-deket kamu

Gadis itu menundukkan pandangannya, menepis air mata yang rupanya masih selalu terpancing jika membahas seorang Revan. Yang berhasil membuatnya percaya, berhasil membuatnya merasa ada penawar dari luka di hatinya kala itu, berhasil pula membuatnya kehilangan. Kehilangan Revan, kehilangan dirinya sendiri.

Aghniya sering kali marah. Pada dirinya sendiri. Sering pula berandai-andai. Andai dirinya bisa bersikap lebih lembut, andai dirinya bisa bertutur kata lebih baik, andai dirinya tak banyak menuntut, andai dirinya bisa mengerti Revan lebih baik lagi, andai.. dirinya tak menerima pemuda itu.

Pula, Aghniya sering memikirkan segala kemungkinan dari setiap andainya. Mungkin jika ia tak menerima Revan, Salsa akan tetap menjadi teman baiknya. Dan mungkin masa SMA-nya tak akan hancur pada permulaan seperti ini.

Entah gadis itu masih merasakan sakit karena apa. Karena perasaannya yang memang berubah menjadi sayang yang tulus pada pemuda itu, atau karena segala andai dan kemungkinan yang tak terjadi.

Mr. “Insincere apology so he doesn't look like the bad guy”

Lagi-lagi liriknya tepat untuk mewakili ungkapan terpendam dalam hatinya. Mungkin Revan mengucap maaf padanya. Namun gadis itu tahu, permintaan maaf yang dengan mudah Revan ucapkan tanpa beban waktu itu, pasti hanya formalitas semata.

Bahkan setelah keduanya berakhir, Revan seperti dengan sengaja memberitahukan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu Aghniya ketahui. Entah apa tujuannya. Menjalin kembali kekerabatan, atau sebagai bentuk pamer.

Sudah hampir sebulan sejak Aghniya mengutarakan niatnya untuk mengakhiri semuanya. Gadis itu sudah sangat lelah menjalani semuanya. Ia sudah lelah menjadi satu-satunya orang yang bersemangat bertemu satu sama lain setiap hari Minggu, menjadi satu-satunya orang yang peduli di antara keduanya, menjadi satu-satunya orang yang menempatkan pasangannya sebagai orang pertama yang bisa dituju.

Hanya Aghniya yang melakukannya. Sementara Revan berlaku sesukanya. Kemudian tetap membebankan semuanya pada gadis itu. Well, he's Mr. Always Wins afterall

Gadis itu menghela napasnya, memandang kosong meja belajarnya sendiri yang kini menyangga laptop di atasnya. Kalau dipikir, sudah cukup lama ia turut menjauh dari teman-temannya. Dari Ayesha, Dhimas.

Padahal, keduanya selalu berusaha memeluknya. Keduanya selalu berusaha meyakinkan bahwa dirinya baik, dan sangat jauh dari apa yang dikatakan Revan.

Dhimas bahkan menghajar pemuda itu habis-habisan. Yang tentu saja segera ditegur oleh Aghniya. Gadis itu membaca ulang pesan yang dikirimkan Dhimas dan Ayesha. Pesan-pesan yang dinamainya magic sentences. Pesan-pesan yang membantunya berhasil menemukan dirinya lagi sedikit demi sedikit.

And it's really such a shame It's such a shame

'Cause I was Miss “Here to stay”

Now I'm Miss “Gonna be alright someday”

And someday maybe you'll miss me

But by then, you'll be Mr. “Too late”

Goodbye Mr. “Perfectly fine”

How's your heart after breakin' mine?

Mr. “Always at the right place at the right time,” baby

Goodbye Mr. “Casually cruel”

Mr. “Everything revolves around you”

I've been Miss “Misery” for the last time

And you're Mr. “Perfectly fine”

You're perfectly fine