Fight

Aghniya menopang dagu ketika bel istirahat berbunyi. Gadis itu biasanya dengan semangat membuka kotak bekalnya dan dengan senang hati menyantap makanan yang dibawakan sang ibu. Namun, kali ini ia sedikit lesu. Tidak ada Dhimas membuatnya bosan.

Jika biasanya ia tidak berhenti tertawa hingga sakit perut, atau mengoceh tidak jelas pada Dhimas, kali ini ia seperti mati gaya. Hanya mengikuti bagaimana sekolah seharusnya berjalan. Mendengarkan guru, mencatat, mengerjakan latihan, dan sesekali izin ke toilet hanya untuk mengusir bosan.

Tiba-tiba seseorang berdiri di hadapannya. Posisi Aghniya hari ini berada di kursi paling depan kolom kedua. Membuat orang yang berdiri di depan mejanya itu terasa dekat sekali dengannya. Gadis itu mendongak, nampak Salsa berdiri dengan arogan. Kedua tangannya ia gunakan untuk bertolak pinggang.

Aghniya mengerutkan alisnya, “Ngapain lo? Mau mengagumi gue?”

Salsa berdecih, “Najis! Eh, lo tuh bener-bener nggak tau malu ya?”

Aghniya memutar matanya malas, ia sangat tahu ke mana arah pembicaraan ini akan berlabuh. “Apa lagi sih?”

“Udah gue bilang jauhin Damar! Jangan deket-deket sama dia kenapa sih lo susah banget dibilangin?!”

“Lah? Gue nggak deket-deket Damar, tapi ya kalo ketemu gue sapa. Sa, seriously, why don't you just do the same thing? Gue nggak ngelarang lo juga buat ngelakuin hal yang sama,” jawab Aghniya jengkel.

“Enggak! Diem deh lo, lo tuh emang dasarnya murahan! Gatel! Centil!” kesal Salsa.

Aghniya hanya menghela napas panjang, telinganya itu sudah bosan mendengar ucapan semacam itu dari mulut Salsa.

“Gue bilang jauhin Damar, kalo enggak—”

“Kalo enggak apa? Lo pikir gue takut sama lo? Ha?” potong Aghniya cepat.

Salsa tercengang. Aghniya adalah jagonya dalam hal memancing emosi Salsabila Annisa. Amarah dan kekesalan yang gadis itu semakin menumpuk melihat Aghniya yang sama sekali tidak gentar meskipun dirinya sudah mengatai gadis itu habis-habisan.

Sangking kesalnya, Salsa kemudian mencakar wajah Aghniya penuh amarah. Membuatnya berdarah dengan karena tergores kuku Salsa yang panjang.

Aghniya mengerang kesakitan, dengan refleks ia mendorong Salsa hingga gadis itu terjungkal.

“AWWW! SAKIT! KASAR BANGET SIH LO!” ujar Salsa.

“YA SAMA LAH GUE JUGA SAKIT, OTAK LO DI MANA?! MAKSUDNYA APA SIH NYAKAR-NYAKAR?!” balas Aghniya emosi.

Suasana semakin panas, teman-temannya yang lain mulai ragu-ragu. Ingin memisahkan namun juga tak berani mengusik Aghniya ketika sedang marah.

“BIAR LO SADAR! KALO LO TUH KEGATELAN! Lo pasti sama aja kan kayak Ibu lo? Sama-sama gatel! Sama-sama cewek nggak bener! Cabe-cabean! Murahan!” cetus Salsa.

Cukup. Salsa sudah melewati batas. Dalam hidup Aghniya, tak ada yang boleh mengotori nama orang tuanya. Silakan hina dirinya sepuasnya, gadis itu akan diam. Namun, jangan. Pernah. Sentuh. Kedua. Orang tuanya.

Aghniya tidak membalas, gadis itu menggeratakan giginya. Aghniya tidak membalas, namun gadis itu langsung membalikkan mejanya ke arah Salsa. Membuat kaki Salsa terbentur meja yang terjatuh.

Salsa berubah gemetar. Selama ini dirinya terlalu sombong, menganggap Aghniya yang selalu diam itu tidak bisa berbuat apa-apa. Sehingga melihat Aghniya semarah ini hingga mampu membalikkan meja, nyali Salsa ciut.

Aghniya menendang meja yang sudah tergeletak sekuat tenaga. Menimbulkan suara keras yang membuat Salsa dan teman-temannya semakin ketakutan. Lalu Aghniya mendorong Salsa, menghimpitnya di antara papan tulis.

“Lo. Ngomong sekali lagi depan muka gue. NGOMONG SEKALI LAGI DEPAN MUKA GUE LO NGOMONG APA SOAL ORANG TUA GUE?!” jerit Aghniya tepat di depan wajah Salsa.

Salsa hanya diam, tubuhnya yang sedikit lebih pendek dari Aghniya itu rasanya semakin terintimidasi. Gadis itu hanya menunduk, menghindari tatapan nyalang Aghniya.

“Kenapa diem? Ciut nyali lo? ngomong. NGOMONG GUE BILANG! ULANG SEKALI LAGI LO BILANG APA BARUSAN?!”

“Agh udah, Agh,” ujar salah satu teman Salsa.

Aghniya menoleh garang, “Eh, lo diem! Gue nggak ada urusan sama lo!”

Gadis itu kembali menoleh pada Salsa yang sudah ingin menangis. “Selama ini gue diem, terserah, Sa lo mau ngomong apa soal gue. Lo mau bilang gue murahan, lo mau bilang gue cewek nggak bener, terserah. Tapi jangan berani-berani lo bawa-bawa orang tua gue! Lo nggak tau apa-apa soal mereka. Jadi tutup mulut lo sebelum sepatu gue yang nyumpel mulut lo!”

“Udah gue bilang, gue nggak takut sama lo. Sekali lagi lo berani menghina orang tua gue, abis lo sama gue!” ujar Aghniya memberikan penekanan pada setiap kata dalam ucapannya.