Farmakokinetik—Perjalanan Obat di Dalam Tubuh
Bertahun-tahun lalu, katakanlah aku mengidap sakit yang tak sembuh. Beribu-ribu obat kusentuh, kuseduh, dan kutelan pahit-pahit. Kurang mempan, tambah dosis. Tidak mempan, tambah dosis. Sembuh yang kucari itu bukan hasilnya. Aku resistensi.
Zaman melaju begitu cepat, penemuan penemuan baru pesat datangnya. Namun, tetap obatku paling lama ditemukan. Engkau—cintaku, baru kutemukan ketika tahun akan membaru. Tanpa sengaja, tanpa diniatkan, tanpa buku panduan yang rinci. Lalu engkau kuhirup, kuserap dalam-dalam, kutelan mentah-mentah. Manis, tanpa perlu perlakuan atau preparasi resep yang sulit. Manis, diresepkan dokter untuk seorang yang kecil. Pahit yang kutahu, musnah. Pahit yang kutahu, menjadi legenda seketika.
Lalu dengan singkat engkau menjadi obatku. Setiap hari, tiga kali sehari. Pagi, siang—atau mungkin sore, dan malam sebelum tidur. Delapan jam sekali, satu pil setiap kali. Engkau kuhirup, kuserap dalam-dalam, dan kutelan mentah-mentah. Lukaku menutup, darahku mengering, dan yang lebam menghilang. Yang tersumbat mengalir, yang mati ter-regenerasi, dan yang hidup semakin bugar.
Absorpsi—kau kuserap dalam-dalam. Dengan singkat dan gegabah, engkau menjadi bagian dari diriku. Dirasakan manismu seutuhnya, dicerna baikmu seutuhnya, diserap penghargaanmu untukku seutuhnya.
Distribusi—menyebar seluruh cintamu. Dibawa dengan perlahan, dikenalkan kepada setiap rusak dan retak di dalam, dihantarkan kepada yang butuh, dan dibalurkan dengan halus pada yang hancur. Seluruh bagian tubuhku senang, sebab setiap inci dirinya dirawat dengan penuh.
Metabolisme—obatku diolah sedemikian rupa. Cinta, atau segala baik buruk yang kau bawa, kuolah menjadi bentuk bermacam-macam. Kupisahkan yang buruk, kuletakkan di tempatnya. Kupilah yang baik, kuletakkan dan kusimpan pada tempatnya. Mana yang habis hari ini, mana yang habis nanti, mana yang harus didaur ulang. Mana yang harus dipecah, mana yang harus disatukan erat-erat. Singkat cerita, aku menemukan bentuk cinta paling baik. Sebaik sebaiknya.
Eliminasi—obatku harus dikeluarkan. Diekskresi, dan kau—obatku, cintaku, harus pergi. Keluar dari tubuhku tanpa bersisa, tanpa jejak yang bisa kugali lagi. Sementara, katanya. Dilarang selamanya, sebab lama kelamaan akan beracun—katanya. Obatku harus dikeluarkan. Dilepas, meski nanti sakitku akan datang lagi. Obatku harus dikeluarkan. Harus tetap pergi, akan tetap pergi, meski sakitku akan datang lagi.
Obatku berhasil melalui semua fasenya dengan baik. Ia berjalan dengan baik, mengitar di seluruh tubuhku dengan hebat. Obatku yang manis ini, memang yang terbaik yang pernah kutemukan. Paling manis, paling enak rasanya. Ingin kunikmati selama-lamanya, sampai dunia hancur. Sayang sekali betapa manusia dilarang kecanduan.
Obatku yang manis ini, adalah yang terbaik yang pernah kutemukan. Mahal sekali harganya. Tetapi semuanya sepadan.
Obatku yang manis ini, adalah yang terbaik di seluruh dunia. Sayangnya, ia tetap harus pergi.
Meskipun sakitnya akan datang lagi.