Deep Talk
“Kak Haris,” panggil Hanum yang tiba-tiba sudah berada di depan pintu kamar sang kakak. Haris menoleh santai, sama sekali tidak terkejut.
“Kenapa?” jawabnya seraya bangkit dari tempat tidur. “Laper?” tanyanya lagi.
Hanum menggeleng, setelahnya melangkahkan kakinya lebih jauh masuk ke kamar bernuansa biru tua milik Haris. “Mau ngobrol aja boleh nggak? Bosen.”
“Sini,” jawab Haris. Kemudian ia kembali merebahkan dirinya di kasur empuk. Kali ini memilih posisi tengkurap seraya memainkan ponselnya. Tentu saja tak lupa menggeser tubuhnya agar adiknya mendapat sedikit ruang.
Hanum merebahkan dirinya di atas punggung Haris. “Kak,” panggilnya.
“Hm,” sahut Haris.
“Tupai kakinya empat apa dua?” tanya Hanum random. Posisi tubuhnya yang terlentang membuat menghayalnya semakin sempurna karena kepalanya menghadap langit-langit, membuatnya bisa menerawang sebebas-bebasnya.
“Empat,” jawab Haris.
“Masa? Tapi kalo makan kacang kan dia berdiri, Kak. Kakinya dua,” balas Hanum.
“Tapi kan kalo lari dia pake empat-empatnya,” Haris balas berargumen.
“Tapi kalo lagi nggak lari dua, kalo lagi mam, kalo lagi berdiri di pohon, duaa,” jawab Hanum. “Jadi dua apa empat, Kak?”
“Ah mana gue tauuu emang gue tupai?” jawab Haris frustasi. Adiknya ini memang se-random itu. Suka sekali masuk ke kamarnya hanya untuk menanyakan hal-hal yang Haris tidak tahu jawabannya.
“Ihh jawab dulu,” balas Hanum. “Ya searching aja sih, Nummm!”
“Nggak mau, orang maunya nanya Kak Haris. Aku tuh ngajak Kakak diskusi,” jawab Hanum.
Haris menghela napas, “Ya kalo mau diskusi tuh bawa dulu bahannya. Jangan begini, emang otak Kakak isinya tupai gitu?”
“Ya, Kakak kan jago biologinya. Waktu itu ulangan essay Kakak seratus, kan?”
“Ya nggak begini dong..”
Haris akhirnya berdecak, kemudian memilih mengalah dan mencari jawabannya melalui internet.
“Empat, Num. Nih, Tupai merupakan kelompok binatang yang mempunyai empat alat gerak atau sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang,” jelas Haris.
“Ohh gitu, kalo kangguru gimana kak?” tanya Hanum.
“Kangguru kakinya dua, yang depan kan pendek,” jawab Haris. Mendengar jawaban Haris, Hanum kembali menoleh dengan wajah tidak terima. “Tupai juuga pendek, Kakk depannyaaa!”
Haris berdecak lagi, “Udah lahhh. Ganti pertanyaannya gituuu!”
Hanum terkekeh, “Iyaudah ganti. Kakak lagi suka sama orang ya?”
Haris tertegun sejenak, kemudian kembali berucap. “Tapi kan Num, kalo tupai itu depannya masih dipake lari—”
“Kakak... Dilarang mengalihkan pembicaraan!”
“Kalo kangguru kan enggak, Num, dia—”
“Kak!”
“Apa sihh?”
“Kakak lagi suka sama orang?” tanya Hanum lagi. Haris menghela napas lelah, “Ngomongin kaki lagi aja, Num, plis. Kaki apa lagi mau lu tanya? Laba-laba? Delapan kakinya kalo jalan ngangkang ngangkang.”
Hanum tertawa sejenak, kemudian memukul paha Haris pelan. Haris pun turut tergelak bersama adiknya. Setelah tawa keduanya reda, Haris memulai kembali bicaranya. “Belum tau.”
“Belum tau gimana maksudnya?”
“Yaa belum tau,” jawab Haris cuek. “Bohongg,” ucap Hanum. “Kalo temen-temen Kakak udah ngeledekin berarti itu udah beneran,” lanjut Hanum.
“Sok tauuu!”
“Dih, emang taaauu!” balas Hanum tak mau kalah. “Sama siapa, Kak?”
“Apaan sih? Orang enggak.”
“Siapaaa hayooooo?”
Haris tak langsung menjawab, pria itu hanya diam sebelum lagi-lagi mengembuskan napasnya. Haris mendudukkan dirinya, membuat Hanum mau tak mau ikut terduduk. Setelahnya ia menatap Hanum. “Emang boleh kalo Kak Haris punya pacar?”
Hanum memandangi Haris dengan sebelah alisnya yang terangkat. Setelahnya gadis itu memalingkan wajah seraya tertawa. “Kakak tau nggak hari ini aku seneng banget karena denger Kakak akhirnya suka sama oraaang!!”
Haris semakin bingung, “Kenapa seneng?”
“Soalnya giliran Kak Haris untuk ngerasain happy akhirnya dateng juga. I'm happy for you, really,” jawab Hanum.
Haris tertegun sejenak mendengar jawaban Hanum yang sungguh di luar dugaannya. Setelahnya sebuah senyuman tipis terukir di sudut bibirnya, “What makes you think i'm not happy?“
“Nothing, just—your eyes, your face, and everything. I like 'em better when you're happier, Kak Haris. I will not be happy if you don't feel the same way,” jawab Hanum. Kali ini dengan intonasi suara yang merendah. Kepalanya kini menunduk menatap kakinya yang ia goyang-goyangkan dari atas kasur.
“Aku dukung Kak Haris. Selama orang yang Kakak suka emang baik, aku nggak akan ngehalangin. Go ahead,” ucap Hanum lagi.
“Num,” panggil Haris.
“Hm?”
“I'll tell you, someday. When i know the reason why i fell for her. Or maybe fell harder.“
Hanum tersenyum, kemudian hanya mengangguk-angguk seraya mengerucutkam bibirnya. “So this is your first love?”
Haris mengangguk seraya berpikir, “Kayaknya.”
“Keren dong? Sekelas, Kak?”
“Enggak,” balas Haris. Adek kelas, batinnya menambahkan.
“Nanti kenalin ya, Kak, kalo berhasil jadian,” ujar Hanum lagi. Haris hanya berdeham menyahuti Gia. Kamu udah kenal, batinnya kembali menimpali.
“Kirain nggak bakal ada yang bisa memikat Kak Haris sampe tua. Nggak taunya ada,” ujar Hanum. Setelahnya ia tertawa akan ucapannya sendiri.
“Ya, ada lah. Cuma selama ini Kakak emang nggak nyari, soalnya cuma mau jagain kalian aja,” balas Haris.
“Mama mulu alesannya,” cibir Hanum. “Dasar anak mami!”
“Bukan anak mami, tapi kalo nggak nurut sama Mama emang mau nurut sama siapa lagi?” tanya Haris.
“Iya, sih.”
“Kalo mau bandel mah dari dulu gue juga bisa, Num. Duit banyak, kalo gue mau beli narkoboi, mau mabok-mabokan, clubbing bisa. Cuma nggak mau ah,” ucap Haris.
“Kenapa, Kak?”
“Laki-laki tuh bertanggung jawab atas keluarganya, Num. Kakak bertanggung jawab atas kamu, Mama, sama Haura. Kalo gue aja nggak bisa jaga diri gue dari yang begitu-begitu, gimana gue bisa jagain kalian?”
“Tapi kan Kakak nggak perlu selamanya jagain Hanum sama Haura,” balas Hanum.
“Emang enggak. Seenggaknya sampe nanti ada laki-laki lain yang bisa jagain kamu sama Haura, yang bisa Kak Haris percaya dan nggak ngomong doang. Kalo Mama mah, selamanya, lah.”
“Kalo gitu caranya nanti aku jomblo seumur hidup, Kak,” balas Hanum. “Seleksi Kakak pasti aneh-aneh.”
Haris terkekeh, “Lebih kasian Haura lah. Seleksinya lewatin kita berdua!”
“Oiya bener juga,” balas Hanum kemudian tertawa.
“Jadi, Kak, tupai tuh kakinya berapa ya?”
Haris auto merapatkan bibirnya. Matanya menatap Hanum jengkel. “Mending sampe sini aja hubungan kita,” ucap Haris.
Hanum tertawa geli, “Maana bisaaaa? Orang kita adek kakak!”
“Bisa, dengan cara kamu keluar dari kamar ini hayuk cepet. Keluar!” sahut Haris seraya mendorong pelan tubuh Hanum keluar kamarnya. Sementara gadis kecil itu hanya tertawa geli. Setelah Hanum menghilang dari pandangannya, Haris menutup pintu.
Ia merasakan hatinya lega sekarang. Setelahnya ia memantapkan hatinya, meyakinkan dirinya akan sesuatu. Bahwa jatuh cinta bukanlah hal yang salah, bahwa jatuh pada pesona seseorang bukanlah hal yang salah.
Berkat 'restu' dari Hanum, Haris meyakinkan dirinya akan sesuatu. Kalau begitu, besok ia akan benar-benar memulai pergerakan.