Berangkat

Pada akhirnya hari yang selama ini Yasmine harap tak akan tiba, tiba juga. Esok adalah hari keberangkatan Azriel untuk mengikuti latihan kepemimpinan dari sekolah dengan tujuan bela negara. Artinya, pemuda itu juga akan meninggalkan rumah beserta adiknya selama 3 bulan.

Azriel kini masih berkumpul dengan keluarganya untuk makan malam. Seperti biasa, pemuda itu mengambil kursi di sebelah adiknya, membuat gadis itu terapit oleh dirinya dan bundanya.

“Kamu besok ya, Mas perginya?” tanya bunda. Azriel mengangguk seraya mengunyah makanannya.

“Perlengkapannya udah semua, Mas?” tanya bunda lagi. “Udah, Bun. Udah semua. Tinggal jalan aja besok.”

Bunda hanya mengangguk menanggapi jawaban anak sulungnya. Tak lupa bersyukur dalam hati bahwa perlengkapan anaknya sudah terpenuhi. Kemudian wanita itu kembali menyantap makanannya.

“Harus banget kamu yang pergi apa, Mas? Gantiin aja tuh sama dia,” ujar Ayah seraya menunjuk Yasmine dengan dagunya. “Ayah mendingan nggak liat muka dia dari pada kamu yang nggak ada, Mas.”

Yasmine yang sedari tadi menunduk akhirnya mendongak, melirik sang ayah dari sudut matanya. Sudah biasa, namun rasanya masih sakit. Ia menghela napas lesu, bahunya merosot, menyerah berpura-pura tegar. Masih ada Mas Jiel saja begini, apalagi tidak?

“Ayah!” tegur Azriel. Yasmine dengan sigap mengusap lengan Azriel, mengisyaratkan agar dirinya tak mengeluarkan amarahnya lebih besar lagi.

Sementara ayah yang melirik Yasmine dengan tatapan tajam, “Liat tuh, kakak kamu jadi kurang ajar gara-gara kamu! Harusnya kamu aja yang pergi.”

Setelahnya ayah bangkit dan menuju kamarnya. Pria itu bahkan tak menghabiskan makan malamnya. Membuat Yasmine turut kehilangan napsu makannya, gadis itu hanya menunduk merasakan matanya yang memanas. Tak ada yang melanjutkan makan malam itu, Azriel sibuk menahan emosinya yang menggelora, sementara bunda menghela napas, entah harus bagaimana caranya membuat suaminya berhenti bersikap seperti ini pada anak bungsunya.


Paginya Yasmine terbangun tanpa semangat. Hari ini akan menjadi hari pertamanya tanpa Azriel, juga tanpa melihat senyuman manis Satria yang selama ini diam-diam ia kagumi dalam hati.

Selang beberapa menit, Yasmine akhirnya siap dengan seragam dan perlengkapan sekolahnya. Gadis itu melangkah gontai menuju kamar sang kakak, mengetuknya perlahan.

“Mas?”

“Mas.. Yayas masuk ya?”

Belum sempat gadis itu membuka pintu, Azriel sudah lebih dulu membukanya. Pria itu telah siap dengan seragam Pramukanya, serta dapat Yasmine lihat dari balik bahu Azriel, sebuah tas carrier yang disandarkan di dekat kasur sudah terisi penuh dengan perlengkapan kakaknya itu.

Yasmine mengerucutkan bibir seraya menghela napas kecewa, “Udah siap ya, Mas?”

Azriel mengangguk, “Udah. Yayas kenapa ke sini?”

Yasmine menundukkan kepalanya. Menjeda bicaranya sementara. “Mamas berangkatnya naik apa?”

“Mamas sama Satria, dianter papanya Juna. Soalnya nggak bisa bawa motor, kan hari ini Mamas nggak pulang,” jawab Azriel.

“Oh.. gitu ya? Oke deh..”

Mendengar jawaban Yasmine, kening Azriel berkerut bingung. “Kenapa, Yas?” tanya Azriel.

Gadis itu menggeleng seraya tersenyum, “Enggak. Nanya aja.”

Azriel terkekeh, ia tahu adiknya itu pasti ingin berangkat bersamanya. “Ayo siap-siap, berangkat bareng Mamas sama Satria, sama Juna juga sih.”

“Hah?”

“Jangan hah hoh hah hoh! Buruan. Kemarin Mamas udah bilang kok sama Satria Juna, kamu ikut bareng. Biar sekalian. Lagian, nanti kan kita lama nggak ketemunya. Jadi, hari ini berangkat bareng ya? Jangan sendirian,” ucap Azriel.

Yasmine masih terpaku di hadapan Azriel. Terkejut kakaknya itu menebak isi pikirannya dengan mudah.

Azriel kembali terkekeh kemudian menyentil pelan dahi Yasmine, “Ayo jangan bengong. Nanti telat. Ambil tasnya, turun.”

“Hah? Iya iya.”

“Eh, Yas!” panggil Azriel. Membuat Yasmine kembali terhenti. Sekon berikutnya Yasmine sudah merasakan dirinya berada dalam pelukan hangat sang kakak. Yang selama ini menjadi tempatnya mengutarakan keluh kesahnya, tempatnya meluapkan semua tangis dan amarahnya.

Yasmine membalas pelukan Azriel sama eratnya. Seiring Azriel mengusap surai legam panjang milik Yasmine.

“Jaga diri ya Yas? Jangan lupa makan. Jangan dengerin kata Eyang sama Ayah kalo mereka ngomong macem-macem. Sehat-sehat ya? Mamas pulang Yayas harus jadi orang pertama yang nemuin Mamas. Oke?”

“Ah Mamas. Aku tuh udah nangis semaleman, masa sekarang nangis lagi?”

Azriel terkekeh. “Haduh, bakal kangen nih.”

“Emang iya?”

“Enggak lah, barusan pura-pura aja,” balas Azriel bercanda.

“IH!”

Tawa Azriel kembali menguar, disusul tawa kecil Yasmine kali ini. “Mamas juga ya, hati-hati di sana. Sampai ketemu 3 bulan lagi!”

“Iyaaaa. Udah sana, ambil tasnya, kita turun bareng.”

LOVE YOU, MASSS!!!” seru Yasmine. Sementara Azriel hanya tersenyum dan berniat kembali masuk ke kamarnya.

“Mas? Nggak dibales?”

“Tadinya mau dibales love you too tapi bukannya Yayas cintanya sama Satria?”

“APAAN SIH!”